Pro-kontra reklamasi teluk Jakarta lebih baik segera diakhiri. Hal ini dikarenakan perdebatan itu tidak memiliki berdampak apa-apa untuk kemajuan pembangunan Ibu Kota yang lebih baik lagi di masa depan.
Mencermati rencana Pemerintah DKI Jakarta dalam melakukan reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta hingga saat ini masih ramai dibicarakan diberbagai media, seperti yang menjadi headline disalah satu media cetak edisi 30 November 2015 lalu yang berjudul Reklamasi Ubah Wajah Jakarta, mendapatkan perhatian public yang cukup besar. Ini berarti pandangan komprehensif tentang reklamasi perlu dikomunikasikan dengan baik oleh pemerintah kepada masyarakat. Selain dampak negatif yang perlu dikendalikan, kita harus lebih memahami manfaat reklamasi yang memang dibutuhkan oleh Jakarta.
Jika kita berkaca dari kota-kota besar diberbagai negara maju di dunia, sepertinya hampir bisa dikatakan mayoritas telah melakukan reklamasi pantai. Salah satu contohnya adalah Dubai yang telah sukses mengantarkan masyarakatnya hidup sejahtera dari hasil reklamasi Palm Island. Lewat reklamasi, Dubai sukses mengundang para turis dari mancanegara. Di saat negara Timur Tengah mendapatkan devisa dari hasil minyaknya, Dubai justru mendapatkan banyak devisa dari sektor pariwisatanya. Dan bahkan dikabarkan tahun ini Dubai sedang membangun World Island yang ukurannya jauh lebih besar dari Palm Island.
Tak hanya Dubai, sebenarnya masih banyak lagi Negara diberbagai belahan dunia yang telah mendapatkan manfaat dari pembangunan proyek reklamasinya. Diantaranya adalah Tokyo, Rotterdam, dan Singapura.
Bagi Indonesia, reklamasi bukanlah hal yang tabu. Karena sepanjang proyek reklamasi itu dilakukan untuk memenuhi kepentingan publik dan produktif, reklamasi boleh dilakukan. Sebagaimana ultimatum Menteri KKP Susi Pudjiastuty. “Semua reklamasi itu boleh asal dampak lingkungannya sudah di antisipasi.” Ujar Susi, Kamis, 12/11/2015.
Sebagai contoh, reklamasi yang dilakukan dilepas pantai kota Batam, salah satunya adalah Coastarina. Perumahan di bibir pantai ini dikembangkan menjadi kawasan pemukiman dengan suasana tepi laut. Proyek reklamsi dilepas pantai Kota Batam itu dilakukan dengan perencanaan yang matang melalui berbagai tahapan studi analisis dampak lingkungan (Amdal) yang diatur sesuai prosedur hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain dimanfaatkan sebagai pemukiman, daratan hasil reklamasi di lepas pantai kota Batam itu juga diperuntukan sebagai kawasan perkantoran, pusat pembelanjaan, apartemen, hotel dan pariwisata.
Lalu, jika mencermati polemik yang terjadi pada proyek reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta, sepertinya ada kesalahpahaman yang terjadi dikalangan masyarakat akan proyek reklamasi yang dikembangkan oleh Pemerintah DKI Jakarta bersama mitra kerjanya itu. Karena jika melihat beban Ibukota dengan populasi pertumbuhahan penduduk yang begitu pesat disetiap tahunnya, mengakibatkan meningkatnya permintaan akan hunian yang memadai dan nyaman di tengah hingar bingarnya kesibukan kota Jakarta dalam membenahi dan menata kotanya untuk lebih baik di masa masa yang akan datang. Sedangkan lahan untuk pemukiman warga di Jakarta saat ini sudah sangat terbatas.
Hal itulah yang menjadi salah satunya yang dasar bagi pemerintah DKI bersama pemerintah pusat melakukan program pembangunan reklamasi 17 pulau di teluk Jakarta, guna menciptakan lahan daratan baru yang terintegrasi dengan pusat kota. Selain untuk mengakomodir perkembangan zaman atas keterbatasan lahan dan mengurai kepadatan penduduk di Ibukota, reklamasi teluk Jakarta juga dimaksudkan sebagai upaya pemerintah dalam rangka pemerataan pembangunan dan penataan kawasan pesisir pantai utara Jakarta, dan sekaligus merevitalisasi lingkungan pantai lama yang telah rusak dan tercemar akibat pembuangan limbah industri, pabrik dan domestik yang tidak terkelola dengan baik di 13 aliran sungai yang bermuara ke laut Jakarta.
Dengan segala regulasi yang ada, Pemerintah DKI sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah pusat, memang disebutkan bahwa Gubernur DKI itu memiliki kewenangan untuk menentukan suatu daerah di wilayahnya tersebut dilakukan reklamasi ataupun tidak, pastinya dengan memperhitungkan segala dampak yang akan ditimbulkan nantinya. Jika dengan reklamasi pantai tersebut lebih banyak membawa keuntungan untuk daerah itu sendiri dan juga masyarakat sekitar tak ada salahnya dilakukan reklamasi dengan syarat tidak mengganggu keseimbangan ekosistem lingkungan sekitar.
Apalagi, diketahui Pemprov DKI telah berulang kali melakukan kajian dan studi-studi analisis dampak lingkungan (Amdal), sebelum Gubernur DKI memutuskan dan memberikan izin pelaksanaan reklamasi kepada para pengembang.
Artinya, saya menilai kekhawatiran sekelompok masyarakat akan dampak negatif yang ditimbulkan dari pelaksanaan proyek reklamasi itu sangatlah berlebihan dan tidak berdasar. Karena bagaimanapun pemerintah sudah mengantisipasinya. Selain itu, saya juga menilai prositif langkah pemerintah DKI melakukan reklamasi di teluk Jakarta sebagai upaya pemekaran kawasan yang nantinya akan menjadi daerah bernilai ekonomis tinggi, dan dapat berpengaruh pada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).
Sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan Peraturan Menteri PU No.40/PRT/M/2007 tentang pedoman perencanaan tata ruang kawasan reklamasi pantai, bahwa kegiatan reklamasi ini pada dasarnya tidak begitu dianjurkan, tetapi demi kepentingan masyarakat dengan memperhatikan segala manfaatnya. Maka reklamasi ini dapat dilakasanakan dengan syarat harus sesuai dengan regulasi dan ketentuan yang berlaku.
Disinilah peran seluruh stakeholder terutama pemerintah DKI Jakarta dengan segala regulasi yang ada, haruslah memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada para perusahaan pengembang proyek reklamasi di teluk Jakarta, agar pengerjaan proyek reklamasi yang sudah direncanakan dengan matang sejak tahun 1994 itu, dapat terlaksana dengan baik dan sesuai target masterplan yang telah disusunnya. Selain itu pemerintah juga haruslah dapat menjamin kesejahteraan masyarakat pesisir yang terdampak dari pelaksanaan proyek tersebut.
Penulis: Nurdiansyah, Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Jurnalistik, 2006 dan Warga Sawangan, Depok