Dianggap Berbahaya Untuk Generasi Bangsa, Mahasiswa Tolak Permenperin 53/2015

Peringati Hari Kesehatan Internasional 2016, sejumlah mahasiswa dari berbagai universitas, sekolah tinggi kesehatan dan beberapa aliansi yang tergabung melakukan aksi di depan gedung makhkamah agung, pada tanggal 7 April 2016 Jakarta. Aksi ini sebagai bentuk penolakan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 63/MIND/PER/8/2015tentang Peta Jalan (Roadmap) Produksi Industri Hasil Tembakau Tahun 2015 – 2020.

Penolakan permeperin 53/2015 ini didasarkan pada beberapa alasan. Pertama dengan adanya Permenperin 53/2015 dianggap sebagai peningkatan produksi rokok di Indonesia. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan masalah kesehatan di Indonesia. Sebab rokok menimbulkan berbagai macam penyakit berbahaya seperti kanker. Peningkatan produksi ini dianggap tidak mendatangkan peningkatan perekonomian di Indonesia, sebab dalam roadmap tersebut akan adanya peningkatan SKM ( Sigaret Kretek Mesin ) Mild dari 161,8 menjadi 306,2 milyar batang. Disini jelas akan mendatangkan masalah PHK yang besar, sebab tenaga kerja di Indonesia akan segera tergantikan oleh mesin dan teknologi peningkatan rokok tersebut.

Kedua, selain tidak mendatangkan peningkatan perekonomian, dengan adanya Permenperin ini dapat tidak sejalan dengan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 4 UU tersebut menyatakan bahwa semua orang berhak atas kesehatan. Padahal dalam Renstra Strategis Kementrian Kesehatan tahun 2015-2019, terdapat dua tujuan pada tahun 2015-2019, pertama meningkatnya status kesehatan masyarakat dan kedua meningkatnya daya tanggap (responsiveness) dan perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan. Dengan adanya Permenperin 53/2015 ini tentu saja peraturan ini tidak melihat dari aspek kesehatan. Padahal sebuah peraturan yang di buat dalam suatu Negara harus saling memiliki keterkaitan satu sama lain agar tujuan tercapai dan terbentuk perubahan kearah perbaikan dan kemajuan dari suatu Negara itu sendiri.

Ketiga, tentu berkaitan dengan pemuda dan generasi bangsa ini sendiri. Jika adanya peningkatan produksi rokok di Indonesia, tidak menutup kemungkinan hal ini akan menjadi berbahaya untuk generasi bangsa. Dengan adanya peningkatan produksi rokok, generasi muda akan menjadi sasaran emas sebagai konsumen rokok. Jika banyak pemuda menjadi konsumen rokok terbanyak, Negara itu sendiri yang nanti akan rusak. Di Negara Maju, penjualan rokok sangat di atur oleh negara dan tidak di perbolehkan bagi anak di bawah umur 18 tahun. Dan rokok yang di jual harganya tergolong mahal. Mereka tidak ingin para pemuda menjadi konsumen rokok, sebab selain merugikan kesehatan akan berdampak pada anggaran pendapatan negara. Pemuda sebagai generasi harapan bangsa perlu di lindungi dan di jaga keberadaannya, agar menjadi pemuda yang produktif serta menjadi langkah kemajuan suatu negara.

Dengan demikian, penolakan Permenperin 53/2015 ini sebagai upaya melindungi generasi bangsa, meningkatkan derajat kesehatan di masyarakat, dan mengubah stigma bahwa peningkatan produksi rokok di Indonesia bukan untuk memajukan perekonomian bangsa, namun suatu kemunduran perekonomian bangsa Indonesia.

Penulis: Devi Adia, Mahasiswi Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Related Articles

Latest Articles