SuaraJakarta.co, JAKARTA – Indonesia termasuk negara yang tingkat membaca para warganya masih sangat rendah. Bahkan menempati uruta ke 60 dari 61 negara yang diteliti oleh Central Conecticut State University pada tahun 2016. Untuk itu diperlukan keseriusan semua pihak untuk ikut menanggulanginya. Salah satu kabupaten yang berhasil mencanangkan program literasi adalah Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. Banyak sekolah di daerah tersebut telah menjalankan program budaya yang berhasil, diantaranya SDN I Allakuang.
Kepala SDN 1 Allakuang, salah satu sekolah mitra USAID PRIORITAS di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan, Muhammad Basri, memaparkan pengalamannya bagaimana menumbuhkan minat baca siswanya. “Kami membuat kegiatan membaca selama 15 menit setiap hari. Siswa boleh memilih buku yang disukainya di sudut baca kelas. Bila dalam 15 menit buku tersebut belum selesai dibaca, mereka boleh membawanya ke rumah,” papar Basri pada acara Kopi Darat Pendidikan tentang ‘menumbuhkan budaya baca dan meningkatkan manajemen perpustakaan’ yang diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdikbud dengan dukungan ACDP (Analytical and Capacity Development Partnership), di Jakarta (12/10/2016). Dengan cara demikian, dia berhasil membuat para siswa membaca rata-rata 12 buku bacaan dalam sebulan.
Pada setiap Sabtu, sekolahnya juga membuat kegiatan khusus membaca selama 1 jam pelajaran. Kegiatannya diisi dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menulis dan menceritakan hasil bacaannya. Mereka menceritakan secara bergantian di panggung prestasi yang dibangun oleh sekolah. Pada kegiatan tersebut, sekolah memberikan sertifikat kepada siswa yang dapat menceritakan dengan baik buku yang dibacanya. Pada akhir semester, sekolah juga menyiapkan piala untuk siswa yang menjadi pembaca buku terbanyak. “Pada semester lalu, Aisyah siswa kelas V yang memenangkan lomba. Aisyah membaca 130 buku dalam 6 bulan,” kata Basri.
Menyediakan dan memperbarui buku-buku bacaan, menurut Basri adalah bagian terpenting untuk menumbuhkan minat membaca siswa. Dia membuat beberapa cara untuk menyediakan buku-buku bacaan yang menarik untuk siswanya, yaitu membeli buku dengan menggunakan dana BOS, menghubungi alumni untuk menyumbang buku bacaan, memanfaatkan dana alokasi umum (DAK) dari APBD, mendatangkan perpustakaan keliling dua kali dalam sebulan, setiap minggu koleksi buku bacaan di sudut baca kelas saling bertukar, dan membuat kerja sama dengan sekolah terdekat untuk saling tukar buku. ”Dengan buku-buku yang selalu diperbarui, ketertarikan siswa untuk membaca menjadi meningkat,” katanya lagi.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sidrap Nur Kana’ah SH MSi, yang juga menjadi salah seorang narasumber menyebut banyak sekolah di Sidrap telah berhasil mendorong minat membaca siswa. Menurutnya Pemerintah Kabupaten Sidrap sudah melaksanakan gerakan literasi sekolah (GLS) sejak Oktober 2015. Tim GLS juga sudah dibentuk di tingkat kabupaten dan kecamatan. “Sekolah-sekolah di Sidrap telah mendapatkan pelatihan dan pendampingan dari USAID PRIORITAS. Hal ini yang membuat program budaya membaca dapat berjalan baik,” tukasnya. Keberhasilan ini mendorong Sidrap dianggap salah satu Kabupaten Terbaik di Sulsel dalam gerakan Literasi, sehingga memperoleh penghargaan khusus dari Gubernur Sulsel sebagai Kabupaten Pelopor Gerakan Literasi bulan April 2016 yang lalu.
Program budaya baca ini juga mendapat dukungan dari berbagai pihak, di antaranya Dandim 1420 yang membantu melalui program motor baca sebanyak 7 unit. Motor baca tersebut membantu menyediakan buku-buku bacaan yang menarik di sekolah-sekolah yang ada di pelosok dan tidak terjangkau mobil perpustakaan keliling.
Keberhasilan program budaya baca di Sidrap, mendapat apresiasi dari Dr Supriano, Direktur Pembinaan SMP Kemendikbud. ”Saya memberi apresiasi pada keberhasilan program membaca di Sidrap. Program 15 menit membaca telah meningkatkan minat membaca siswa di sekolah dasar karena membaca pondasi kuatnya harus ada di sekolah dasar,” katanya di sela-sela acara.
Sementara Hanna Chaterina George, ketua umum asosiasi pekerja informasi sekolah Indonesia (APISI), menyoroti pentingnya pemberdayaan pustakawan sekolah. Menurutnya, perpustakaan sekolah tidak akan bisa maju kalau pustakawan tidak memiliki keterampilan. ”Kita harus kreatif membuat anak menjadi senang membaca. Perpustakaan adalah jantungnya sekolah. Karena itu pustakawan harus memiliki program yang membuat anak bisa enjoy membaca,” tukasnya.
Sulasmo Sudharno, pendiri Ijakarta, perpustakaan digital pertama berbasis media sosial, menunjukkan pentingnya pemanfaatan perpustakaan digital yang sekarang bisa lebih mudah di akses. Bahkan sekolah bisa membuat Iperpustakaannya sendiri di Ijakarta.
”Ijakarta merupakan perpustakaan terbuka. Pengunjung bisa meminjam secara gratis, membaca, menulis, publikasi, dan membuat epustaka sendiri. Semua bisa terlibat dalam Ijakarta. Kalau siswa menulis kemudian dikumpulkan dan dijadikan sebuah buku, lalu di upload menjadi sebuah perpustakaan sekolah di Ijakarta, itu menarik sekali. Kita pernah punya pengalaman dengan sebuah sekolah di Anyer. Mereka mau perpisahan buat cerita lalu di upload, ternyata ribuan yang membaca. Hal itu bisa dilakukan dengan digital karena murah, tidak perlu biaya cetak dan distribusi. Tinggal di upload banyak yang akan membacanya,” kara Sulasmo.