Cacatnya Reshufle Gelombang Kedua: Indonesia Bukan Mainan

Setelah lama isu reshuffle diakalangan kabinet kerja beredar dimasyarakat, tepat tanggal 27 Juli 2016 Presiden Jokowi mengumumkan Gelombang kedua reshuffle kabinet kerja. sejumlah 9 menteri diganti dan 4 menteri hanya bergeser posisi ke kementrian lainya. Alih-alih ingin memperbaiki kinerja kabinet, justru dengan reshuffle kali ini menunjukan tentang inkonsistensi jokowi, dan kegagapan jokowi dalam memimpin negeri ini. Hal ini dapat dilihat mulai dari masuknya 3 menteri baru yang berasal dari parpol, yaitu Wiranto (HANURA), Eko Putro Sanjoyo (PKB), dan Asman Abnur (PAN). Sejumlah tiga menteri baru ini membuat asumsi bahwa reshuffle adalah strategi bagi-bagi kursi Jokowi terhadap partai pendukungnya menjadi sebuah keniscayaan. Kokohnya koloni manusia setengah dewa di Kabinet Kerja, meraka adalah Luhut B. Panjaitan, Rini Soemarno, Puan Maharani. Hal ini menunjukan siapa dibalik semua otak dan dalang dalam dinasti Jokowi dan tentunya Jokowi juga enggan dan sungkan karena terlalu besar jasa mereka untuk memenangkan Jokowi pada saat itu. Kecacatan selanjutnya adalah Kesalahan pilih Menteri ESDM oleh Jokowi, yaitu Archandra Tahar yang berstatus WNA Amerika Serikat.

Melihat Lebih Dalam Kasus Archandra

Kurang lebih empat hari kebelakang ini Archandra menjadi sorotan publik terkait kasus dwinegara yang ada pada dirinya. Seakan-akan dia menjadi oang yang paling berdosa karena telah menyembunyikan statusnya sebagai WNA dan dengan sengaja menerima tawaran Jokowi sebagai Menteri ESDM. Tapi disisi lain penting kita cermati terkait “Bagaimana bisa Jokowi tidak tahu tentang status kewarganegaraan sebenarnya dari calon menteri yang akan diangkatnya”. Hal ini adalah fenomena yang sungguh sangat tidak logis dan konyol, orang sekelas presiden dengan serentetan kekuatan administrasinya justru kecolongan hal sepele. Kejadian ini menunjukan bahwa Jokowi gagap dan patut dipertanyakan kompetensinya.

Poin kedua, kenapa Luhut B. Panjaitan yang menjadi PLT ESDM? jawaban mudahnya adalah karena LBP termasuk koloni manusia setengah dewa dan orang kepercayaan Jokowi. Tapi apakah memang seperti itu? Jika memang iya, hal ini jokowi berarti sudah berbuat inkosisten kembali terkait sumpah serapahnya “bahwa dikabinetnya tidak akan ada pejabat yang rangkap jabatan”.

Secara politik ada hal menarik yang bisa kita cermati, untuk menjelaskan ini saya akan meminjam hasil perbincangan dengan seorang kawan, “didepaknya SS dari posisi menteri ESDM sebelumnya dan diganti oleh Si Merah oleh menteri baru AT membuat Si Kuning geram. Hal ini membuat SI Kuning mencari jalan untuk menjatuhkan AT dan isu Dwikenegaraanlah yang menjadi strateginya, pada akhirnya AT berhasil jatuh dan jagoan Si Kuninglah yang menjadi PLT sementara, yaitu LBP Si Manusia Setengah Dewa.” Dari sini bisa kita ceramti bahwa, sepertinya sedang terjadi polemik kekuasaan di tubuh Kabinet kerja dan sekali lagi LBP keluar menjadi sosok super power. Murni intrik politiklah yang terjadi dalam kasus ini.

Dalam konteks ini saya ingin mengajak bahwa kasus yang ada bukanlah hanya perihal dwinegara, melainkan terdapat fenomena lebih dalam tentang intrik politik yang terkandung didalamnya. Hal ini berarti bahwa Indonesia sedang dipermaikan, dan mari sama-sama teriakan bahwa #IndonesiaBukanmaenan.

Menunggu Sikap Jokowi

Mungkin ini bukan kali pertamanya kita menunggu sikap tegas dan klarifikasi jelas dari Jokowi. Begitupun dengan Kelalaian Jokowi memang bukan yang pertama kali juga, kala itu jokowi pernah lalai dalam menandatangani perpres tentang penaikan uang muka pembelian kendaraan bagi pejabat. Kemudian dengan mudah Jokowi bilang, Saya lupa tidak membacanya terlebih dahulu karena saking banyaknya berkas yang harus ditandatangani. Apakah kali ini akan keluar ucapan yang serupa atas kelalaianya?

Tapi jelas kali ini, jokowi harus bersikap dan meminta maaf kepada publik atas kelalaian yang dibuat untuk kesekian kalinya.
Indonesia Bukan Mainan Pak!

Mungkin kalimat diatas adalah hal yang tepat untuk kita teriakan ditelinga beliau, ditengah banyaknya bisikan kepentingan politik yang ada di telinga dan nuraninya. Agar tersadarkan bahwa sesuungguhnya rakyat Indonesia yang harus diutamakan diatas kepentingan politik yang ada.

Penulis: M. Ali Mahmudin, Kebijakan Nasional BEM KM IPB

Related Articles

Latest Articles