SuaraJakarta.co – Tulisan ini terinspirasi ketika saya dan teman-teman asrama saya harus mengadakan sebuah event refleksi kemerdekaan di desa sekitar asrama. Saat di tengah-tengah film yang ditayangkan. Tiba-tiba bau asap rokok menghembus kepada kami. Dari sana saya terpikir sebuah pengalaman yang mungkin tidak semua orang bisa alami. Pengalaman yang banyak orang berkata bahwa itu aib, namun saya yakin setiap aib bisa jadi kebaikan kalau kita ubah itu menjadi sebuah inspirasi. selamat membaca
Saya adalah anak yang terlahir asli di Kota Bandung (Bandung Pisan). Saya bersekolah dan berkembang disana hingga kelas lima SD. Saat kelas enam, saya terpaksa harus pindah lantaran tanah yang saya dan keluarga tempati adalah tanah milik Perusahaan Jasa Kereta Api (PJKA). Saat itu, ibu saya adalah wanita paling depan yang meneriakkan hak-hak warga di sekitar daerah itu. Daerah itu bernama Gg Sunda, sebuah daerah yang tidak jauh dari stasiun Bandung. Mungkin sifat dari ibu saya lah yang membentuk saya menjadi seorang yang tidak akan ketinggalan aksi dan bahkan menjadi staff di BEM KM IPB yang “kerjaan”nya mengurusi aksi mahasiswa hingga sekarang. Kembali ke cerita. Karena rumah yang kami tempati sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Akhirnnya kelas enam SD saya harus pindah sekolah dari SDN 1 Andir Bandung menjadi SDN 1 Mandalasari yang terletak di sebuah kecamatan cikancung kabupaten Bandung. Tentunya saya pun harus pindah domisili yang dulunya di Bandung kota harus berpindah ke Kabupaten Bandung.
Hijrah ini ternyata sangat membawa perubahan yang luar biasa bagi saya pribadi. Yang awalnya saya tidak pernah juara kelas di Bandung, ketika saya berada di sekolah baru itu saya tiba-tiba langsung melesat menjadi juara pertama. suatu perubahan yang membuat saya semangat menjadi seorang akademisi yang semangat dalam belajar dan meraih masa depan. Namun ada satu kebiasaan yang sampai sekarang saya kadang kerpikiran ketika ada yang merokok.
Ketika itu, saya adalah anak yang sudah berani merokok. Bahkan tidak hanya satu batang ( begitu perokok menyebutnya) melainkan berbungkus-bungkus. Bahkan mungkin, saya adalah salah satu orang yang memfasilitasi dan menginisiasi anak-anak di daerah sana untuk ikut merokok. Astagfirullah dosa apa yang telah saya lakukan. ketika orang-orang bertanya kalau apakah saya merokok? Saya tidak merokok, tapi pernah merokok dan membuat orang lain merokok. Saya pernah merokok ketika kelas enam SD. Mungkin bagi orang-orang kota, ini merupakan suatu hal yang aneh. Namun kalau kita bermain-main ke desa apalagi desa yang notabene telah masuk budaya luar ini merupakan sebuah style dan mindset anak-anak SD yang katanya merokok adalah suatu kebiasaan yang keren.
Dari sana saya menganalisis, anak-anak kecil merokok bukan karena kebutuhan dan gelisah ketika tidak merokok (ini jawaban dari beberapa pertanyaan survey saya ke beberapa teman yang masih merokok sampai sekarang), melainkan mereka menganggap bahwa perokok itu gaul dan keren. Masalah ini belum sampai ke tingkat biologi, melainkan masih berada di tingkat masalah sosial. Kita masih bisa menyelamatkan para anak-anak perokok pemula dengan mengganti mindset-mindset mereka yang awalnya ” menjadi keren dan gaul adalah merokok ” menjadi ” menjadi keren dan gaul adalah mempengaruhi orang untuk berhenti merokok “. Untuk orang tua dimanapun anda berada, kita harus mulai menjadikan anak-anak kita menjadi anak yang keren, dan tentunya mindset kekerenan mereka menjadi sesuatu yang lain. Seperti juara satu itu adalah keren, kebiasaan menulis adalah keren, berdakwah itu keren, membuat teman-temannya shalat di masjid itu keren, dan hal hal baik yang bisa bermanfaat tidak hanya untuk dirinya sendiri, melainkan bermanfaat untuk orang di sekitarnya
Sebelum mindset ini naik level menjadi masalah biologis, #yuk! kita mulai menjadikan anak-anak kita menjadi keren menurut kita sebagai orang tua yang baik. Kita belum terlambat, masih ada waktu menyelamatkan generasi muda
#yuk! kita ciptakan bonus demografi tahun 2030 bukan anak-anak yang produktif merokok, melainkan anak-anak yang produktif menghasilkan karya, kreasi dan inovasi ! (:
Penulis: Ryan Frizky, Mahasiswa Institut Pertanian Bogor