Oleh : Jejen Jaelani (Aktivis Sosial Garut)
Sistem rekrutmen dan kaderisasi partai politik selama ini tidak berjalan dengan baik. Akibatnya, parpol miskin kader mumpuni untuk diusung menjadi calon pemimpin, termasuk calon kepala daerah. Fenomena calon tunggal merupakan bukti adanya krisis kader tersebut.
sebenarnya sirkulasi kepemimpinan parpol di daerah berjalan relatif lancar. Rata-rata ketua parpol tingkat provinsi dan kabupaten/kota ialah golongan dengan rentang usia 40-50 tahun. Namun, kebanyakan berasal dari golongan pengusaha.
‘keberpihakan’ parpol terhadap kader pebisnis tidak lepas dari kebutuhan agar mesin partai tetap berjalan dan memenangi kontestasi pemilu. Pasalnya dibutuhkan dana yang besar untuk memperkenalkan seorang calon kepala daerah ke publik.
Perhitungan parpol pun, kerap hanya berbasis untung rugi dan menang kalah. “Sistem elektoral memaksa partai harus menang untuk bisa bertahan dan supaya partai punya akses terhadap sumber daya. Kaderisasi pun ditempatkan hanya sebatas bagaimana caranya memenangi pemilu.
pola pengaderan dalam rangka rekrutmen, pendidikan ideologi, dan kontinuitas kepemimpinan mengalami stagnasi. Bahkan, parpol kerap dianggap melalaikan kaderisasi. Hal itu tecermin pada munculnya pimpinan berbagai lembaga politik dan publik yang diusulkan partai, tapi bukan kader partai itu sendiri.
Partai terkesan tidak memiliki kader kompeten sehingga terpaksa harus mengusung calon pemimpin dari luar. Fenomena inilah kemudian yang dinilai sebagai gagalnya partai dalam rekrutmen dan pengaderan.
partai politik seharusnya maemfasilitasi kader internalnya untuk menjadi maju menjadi kepala daerah dalam perhelatan akbar pilkada serentak Juni mendatang. Dalam pilkada tahun ini kebanyakan Partai Politik justru tidak memberikan kesempatan kepada kadernya untuk bertarung di Pilkada.
Oleh sebab itu Partai Politik harusnya setia dengan kadernya atau bibit-bibit yang telah disemai di dalam partainya untuk kemudian dicalonkan menjadi pemimpin daerah, atau memfasilitasi suatu proses dalam masyarakat agar orang-orang mengalami proses kader politik atau kaderisasi politik itu difasilitaasi, karena tugas partai politik itu ada 3 salah satunya melakukan proses kaderisasi.
Dalam Pilkada serentak 2018 ini banyak partai yang tidak berani mencalonkan sendiri kadernya untuk bertarung di pemilihan kepala daerah. Bahkan kader yang merupakan seorang incumbent juga tidak ketinggalan seperti yang terjadi beberapa daerah.
Partai Politik punya tanggungjawab publik untuk memberi informasi lebih awal kepada publik terkait tokoh yang dicalonkan oleh mereka. Karena menurutnya dengan begitu publik akan mengalami pembiasaan untuk mengetahui calon tersebut. Dia juga menyayangkan pada pilkada 2018 ini banyak partai politik yang memutuskan calon di menti-menit akhir penutupan.
Terlalu, last menit bahkan ada calon yang ditemukan beberapa menit setelah pendafataran ditutup, ini kan seperti rekrutmen tenaga kerja bukan rekrutmen calon walikota, calon bupati, calon gubernur.