Perdebatan tentang kewenangan pelaksanaan reklamasi teluk Jakarta semakin menunjukkan titik terang setelah Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli mengeluarkan moratorium terhadap pelaksanaan reklamasi 17 pulau di teluk Jakarta.
Sikap itu diambil oleh pemerintah pusat dalam rangka menertibkan perdebatan terkait kewenangan perizinan pelaksanaan reklamasi yang sempat ramai diperbincangkan dalam ruang public termasuk perdebatan kewenangan lintas departemen yang ada. Sebelumnya Pemrov DKI Jakarta telah mengeluarkan izin reklamasi teluk Jakarta dalam rangka revitalisasi kawasan, solusi pengembangan wilayah dan penyebaran populasi penduduk, serta untuk menekan banjir Ibukota yang ditimbulkan oleh banjir rob dari laut. Sebagai acuan penyelanggaraan, Pemrov DKI merujuk pada Kepres nomor 52 tahun 1995.
Untuk itu berbagai kajian dilakukan oleh Pemrov DKI sebelum pelaksanaan reklamasi tersebut dimulai. Termasuk penataan keberadaan pulau-pulau baru tersebut diatur sedemikian rupa dengan membuat kanal-kanal antara satu pulau dengan pulau yang lain, dan membuat jarak pulau tersebut dari bibir pantai. Semuanya dilakukan untuk meminimalisir kesalahan yang ada.
Moratorium yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat hanya bersifat penghentian sementara, dalam rangka mengevaluasi pelaksanan reklamasi dan menyelaraskan segala peraturan yang ada. Pemerintah sendiri menyadari reklamasi harus tetap dijalankan karena merupakan kebutuhan pembangunan, dan pemerintah pusat sendiri akan melakukan pengembangan dan pembangunan wilayah pesisir Ibukota Jakarta yang dikenal dengan National Capital Integrated Coastal Devlopment (NCICD).
Namun, sangat disayangkan ditengah upaya pemerintah menggalakkan pembangunan, ada saja pihak yang menolak pembangunan reklamasi dengan alasan merusak lingkungan, menghilangkan mata pencarian nelayan, dan lain-lain. Tentunya alasan-alasan tersebut tidak terlalu mendasar, apa yang menjadi kekhawatiran pihak-pihak tersebut justru sudah diantisipasi oleh kalangan pakar dalam kajian yang mereka lakukan.
Jika keberadaan pembangunan selalu di tolak dengan menggunakan alasan-alasan social semata, lantas kapan bangsa ini dapat meneruskan pembangunan untuk membentuk kawasan menjadi lebih baik. Toh dapat dilihat dari belahan dunia mana saja yang telah sukses melakukan reklamasi, jika reklamasi merupakan momok yang menakutkan, tidak ada satu Negara pun yang mau melakukan reklamasi.
Ada baiknya semua pihak dapat melihat realitas yang ada dengan lebih obyektif. Jangan hanya menolak, jika tidak mampu memberi solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh Ibukota. Jauh lebih penting lagi adalah kebijakan moratorium yang diberlakukan pemerintah pusat atas penghentian sementara proyek reklamasi ini sebaiknya jangan terlalu lama, karena ini dapat berdampak buruk bagi perkembangan investasi dalam negeri jika tidak adanya kepastian hukum bagi investor dalam berinvestasi.
Penulis: Dinda Sintia Bella, Mahasiswi Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Atma Jaya, Jakarta.