SuaraJakarta.co, JAKARTA – Fenomena “super dollar” diyakini bakal terjadi, terutama pasca bangkrutnya Negara Yunani karena tidak bisa bayar utang senilai 340 miliar euro atau senilai Rp.5000 triliun.
Sebagaimana diketahui, menurut Kepala Ekonom Standard Chatered Bank Eric Sugandi, fenomena “super dollar” adalah kondisi dimana mata uang dollar menjadi kuat terhadap euro atau mata uang emerging market, termasuk Indonesia. sehingga, euro menjadi melemah dan dapat berdampak pada Rupiah yang makin terpuruk atas bangkrutnya negara Yunani tersebut.
Yunani memang diketahui bukanlah negara investor dan juga bukan partner utama bagi negara Indonesia. Namun, Indonesia diyakini tetap akan terkena dampak tidak langsung dari negara lain sebagai rekan bisnis yang berhubungan langsung dengan Yunani.
Dampak tidak langsung l terhadap Indonesia tersebut juga kian diperparah dengan rencana bank sentral Amerika (The Fed) untuk menaikkan suku bunga. Dampaknya, rupiah akan semakin tertekan hingga menembus level Rp 14.000 per dollar AS
“Ekspektasi rupiah bisa di level Rp 14.000 per dolar AS. Bangkrutnya Yunani ditambah adanya kenaikan suku bunga The Fed, membuat super dollar, jadi bisa ke arah Rp 14.000,” ujar Senior Analis Bahana Securities Harry Shu, Sebagaimana dikutip dari Harian Rakyat Merdeka , Rabu (1/7)
Jika rupiah terus tergerus, maka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun juga akan terkoreksi mengikuti pelemahan tersebut
“Kalau rupiah melekat, IHSG mengikuti, IHSG mengikuti. Sebab, melemahnya rupiah akan menurunkan laba perusahaan,” jelasnya