SuaraJakarta.co, JAKARTA – Aplikasi Qlue sebagai sarana pelaporan kondisi wilayah di masing-masing RT/RW masih menimbulkan pro dan kontra. Hal tersebut sebagaimana terungkap saat sosialisasi Qlue Pembinaan Penguatan Lembaga di Aula Kecamatan Kemayoran yang dilakukan oleh Biro Tata Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, Selasa (3/11).
Salah satu pro dan kontra yang menguak di acara tersebut adalah adanya jika RT/RW tidak melakukan laporan Qlue, maka akan ada pemotongan dana operasional sebesar Rp. 750.000.
“Persoalan apakah nantinya bila tidak melakukan laporan, dana operasional RT/RW senilai Rp.750.000,- akan di potong atau tidak, masih menjadi kajian Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,” jelas Kasi Pemerintahan Biro Tata Pemerintahan Burhanudin kepada suarajakarta.co, Selasa (3/11).
Burhanuddin menjelaskan aturan tersebut belumlah final, “tapi setidaknya ini menjadi masukan bagi Gubernur. Dimana dalam sosialisasi ini banyak masukan dan keberatan pihak RT/RW di wilayah tentang Qlue,” tambah Burhanuddin di hadapan sekitar 70 peserta yang hadir.
Selain itu, tambah Burhanuddin, dalam peraturan ini juga disebutkan bahwa RT/RW yang melaporkan kondisi lapangan ke aplikasi Qlue di android akan mendapatkan uang sebesar Rp. 10.000 sebagai sebuah apresiasi laporan, dengan minimal sehari 3 kali laporan.
Namun demikian, upaya tersebut ditentang oleh Sekretaris RW 06 Kelurahan Kebon Kosong Joko Sardjono. Menurut Joko, pemberian upah oleh Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp. 10.000 tersebut dinilai tidak etis untuk sekadar ikut serta dalam pelaporan Qlue tersebut.
“Selama ini saja dana operasional, tidak pernah kita ambil buat kebutuhan pribadi, justru kami pergunakan buat pembinaan wilayah. Menjadi RT/RW adalah pengabdian sosial dan tidak semua pula RT/RW miskin dengan hanya iming-imingan Rp 10.000 kami bisa dibenturkan oleh sesama warga,” tutur Joko.
Joko menambahkan aplikasi Qlue itu memang baik. Namun, dalam pelaksanaannya bisa jadi kerugian apabila saling menjatuhkan akibat laporan yang sentimen antar RT/RW di wilayahnya masing-masing.
“Sebaiknya ada solusi lain yang tidak di jadikan produk politik, dimana RT/RW pada dasarnya tumbuh memang bagian dari sebuah pengabdian untuk wilayah,” ketus Joko.
Sebagaimana diketahui, Peraturan Gubernur (pergub) Nomor 168/2014 tentang Rukun Tetangga dan Rukun Warga menjadi dasar hukum bagi RT/RW untuk melaporkan kinerja di wilayahnya masing-masing.
Pergub tersebut diikuti pula oleh Keputusan Gubernur No 1062 tentang Perubahan Atas Keputusan Gubernur No 850/2014 tentang Pemberian Uang Insentif Operasional RT/RW. Dimana dalam pasal 18 poin (g) dinyatakan bahwa setiap RT/RW wajib melaporkan perkembangan wilayahnya masing-masing minimal 3 kali sehari melalui program safetipin.com atau program lain yang dibuat oleh Pemerintah Daerah. (nano/iman)