SuaraJakarta.co, JAKARTA – Hasil putusan Majelis Hakim kasus perburuan gading gajah di Pengadilan Negeri Bengkalis pada 9 Juli lalu yang menjatuhkan rata-rata satu tahun penjara dan disertai denda sebesar Rp. 3.000.000 bagi para pelaku pemburu gading gajah, menunjukkan sekali lagi lemahnya jerat hukum bagi kejahatan terhadap satwa yang dilindungi di Indonesia.
Tujuh terdakwa yang dijatuhi hukuman tersebut ditangkap Kepolisian Daerah Riau pada 10 Februari lalu bersama barang bukti berupa satu pasang gading dengan panjang 180 cm di wilayah kota Pekanbaru.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menggunakan Undang-Undang (UU) No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pasal 40 ayat (2), dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp. 100.000.000. Dua Terdakwa juga didakwa berlapis dengan Undang- Undang Darurat Nomor 12/DRT/1951 tentang kepemilikan senjata api.
Direktur Komunikasi dan Advokasi WWF-Indonesia, Nyoman Iswarayoga menyatakan, ”Hukuman yang dikenakan kepada pemburu gading gajah ini menambah daftar kasus dengan vonis ringan kepada para pelaku kejahatan terhadap satwa dilindungi.” Nyoman menambahkan,”Kami berharap agar Revisi UU No. 5 tahun 1990 benar menjadi prioritas dalam pembahasan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di tahun 2016, sehingga masa hukuman dan denda untuk kejahatan seperti ini bisa diperhitungkan kembali untuk membuat efek jera.”
WWF bersama Kelompok Kerja Kebijakan Konservasi (Pokja Konservasi) mendorong agar Revisi UU No 5/1990 adalah salah satu yang menjadi pembahasan dalam Prolegnas tahun 2016. Salah satunya karena ancaman hukuman dalam UU ini menjadi titik lemah tak berkurangnya kasus perdagangan satwa yang dilindungi maupun kematian satwa karena perburuan.
Wishnu Sukmantoro, Program Manager WWF Sumatera Tengah menyatakan,”Kami menyakini dengan upaya penegakan hukum baik melalui pengawasan yang lebih intensif maupun hukuman yang setimpal bagi pembunuh gajah, maka angka kematian gajah di Riau dapat ditekan. Ini butuh kerja sama para pihak, pemerintah, Kepolisian, perusahaan pemilik ijin konsesi dan masyarakat, mengingat ini biasanya merupakan bagian dari kejahatan lingkungan yang terorganisir.” Selain itu, WWF berharap kejahatan terhadap satwa dilindungi dapat selalu ditangani oleh hakim yang telah mendapat sertifikasi hakim lingkungan.