SuaraJakarta.co, JAKARTA – Sejak dipimpin Setya Novanto (setnov) sejak Mei 2016 silam, elektabilitas Partai Golkar terus mengalami tren penurunan dibandingkan perolehan suara pada Pemilu 2014 sebesar 14,7 persen.
Hal itu sebagaimana tercermin dari survey tatap muka yang dilakukan oleh Tim Litbang Kompas sejak Januari 2015 hingga April 2017.
Tercatat, suara partai penguasa era Orde Baru itu tinggal 7,1 persen pada April 2017. Dalam catatan Kompas, penurunan signifikan terjadi saat Setnov mulai disebut namanya oleh KPK pada kasus KPK-el yang diduga telah merugikan negara sebesar 2,3 triliun rupiah.
Atas dasar itu, Partai Golkar telah membentuk Tim Kajian Elektabilitas Partai dalam rangka penyelamatan suara. Tim itu dipimpin oleh Ketua Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Golkar Yorrys Raweyai serta Ketua Koordinator Bidang Kajian Strategis dan Pengembangan Sumber Daya Masyarakat Golkar Lodewijk Fredrich Paulus.
“Kita bicara bagaimana menyelamatkan partai dari keterpurukan. Kalau masih mau menunggu dan terjebak dalam strategi dan proses hukum Ketua Umum ya tidak akan bergerak ke mana-mana,” jelas Yorrys.
Meskipun demikian, Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa II (Jawa Tengah dan DIY) Bambang Soesatyo masih meyakini elektabilitas Golkar akan kembali naik meskipun ketua umumnya terjerat kasus hukum.
“Berangkat dari pengalaman Golkar pada 2002. Saat itu Akbar Tandjung terkena kasus dana non-budgeter Bulog. Namun, Golkar tetap jadi pemenang pada pemilu 2004,” jelas Ketua Komisi III tersebut. (RDB)