SuaraJakarta.co, JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merespon tuduhan Ahok bahwa ada daerah yang Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) mendapat Predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tapi Kepala daerahnya dibui. Mantan Bupati Belitung Timur ini protes gara-gara instansinya mendapat LHP berpredikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK.
Menanggapi hal itu, Kepala Biro Humas BPK Yudi Ramdan, mengatakan tidak ada hubungan secara simetris antara hasil laporan pemeriksaan dengan kepala daerah yang dibui misal karena terjerat kasus korupsi di daerah tersebut.
“Ini adalah pemeriksaan keuangan yang tidak dirancang untuk mengungkap kecurangan, tapi menilai kewajaran laporan keuangan. Jadi lebih pada entitas, satuan kerja dan transaksi yang dibandingkan dengan standar akuntansi bagaimana dia mencatat, membukukan, dan melaporkan transaksi keuangan sesuai standar,” kata Yudi dalam jumpa pers di kantor BPK Jl Gatot Subroto, Jakarta, sebagaimana dikutip dari laman detik.com, Rabu (8/7/2015).
Yudi mengatakan, apabila ditemukan ada unsur kecurangan dalam laporan pemeriksaan tersebut, maka akan diungkapkan di laporan hasil pemeriksaan. BPK sendiri punya jenis pemeriksaan untuk indikasi pidana yaitu pemeriksaan dengan tujuan tertentu yang bersifat investigasi.
“Jadi tidak secara simetris ketika WTP, kemudian kepala daerahnya ditengarai ada masalah. Nah, ini yang harus kami luruskan,” ujarnya.
“Namun demikian, tetap semua jenis pemeriksaan yang kami lakukan baik pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja maupun pemeriksan dengan tujuan tertentu, semua pemeriksaan kalau temukan hal terindikasi kita laporkan,” imbuh Yudi.
Tak hanya itu, Yudi juga menyatakan BPK tidak membandingkan laporan pemeriksaan keuangan antara satu pemda dengan pemda lainnya. Sebagaimana disebut Ahok, ada daerah yang kepala daerahnya dibui tapi predikatnya keuangan pemerintahnya WTP.
“Dalam memeriksa kita tidak bisa membandingkan satu Pemda dengan Pemda lain, standarnya sama tapi karakteristik dan lingkungan itu berbeda. Jadi tidak ada yang membedakan laporan keuangan pusat daerah. Standarnya sama, auditornya juga melakukan hal yang sama, tetapi lingkungan yang diperiksanya berbeda,” ucap Yudi.
4 Tahapan Memberi Opini
Sebagaimana diketahui, menurut Yudi sesuai dengan Undang-Undang BPKr mempunyai 4 kriteria ketika memberikan opini.
Pertama, kesesuaian laporan dengan standar akuntansi pemerintah. Kedua, kecukupan informasi laporan keuangan yang disajikan. Ketiga, efektifitas sistem pengendalian intern, dan keempat, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Yudi memaparkan, dalam memeriksa laporan pengelolaan keuangan di pemerintah daerah, kementerian maupun lembaga negara, BPK mempunyai standar yang sama. Hal yang membedakan adalah karakteristik lingkungan dan laporan yang diterima BPK.
“Bagi BPK standar pemeriksaan adalah segalanya, kami sangat concern dengan standar. BPK punya standar pemeriksaan yang sangat ketat dan dilakukan proses yang dinamakan quality control dan quality assurance yang secara berjenjang dan terus menerus,” paparnya.
“Bahkan sampai laporan itu diserahkan kita tetap review. Direview dari tim, direview oleh pejabat strukturalnya, direview oleh inspektorat kami, dan direview oleh BPK negara lain,” imbuh Yudi.
4 tahapan itulah yang membuat auditor dan tim BPK tidak bisa serampangan melakukan audit karena telah diatur dalam standar pemeriksaan keuangan.
“Artinya auditor dan tim, tidak bisa lepas dari tanggung jawabnya sampai kapanpun karena diatur dalam standar pemeriksan keuangan negara,” ucapnya.