SuaraJakarta.co, JAKARTA – Sebagai fraksi terbesar sekaligus pimpinan dewan di DPRD DKI, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) melakukan penundaan pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RPZWP3K).
Hal tersebut sebagaimana tercermin dari penyataan pernyataan ketua Fraksi PDIP Kebon Sirih yang mengatakan bahwa raperda tersebut masih membutuhkan kajian mendalam terlebih dahulu
“Fraksi kami sepakat untuk melakukan penundaan pembahasan Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Perlu dilakukan kajian akademik yang lebih dalam soal ini,” kata Ketua Fraksi PDIP DKI, Jhonny Simanjuntak, usai rapat fraksi, sebagaimana dikutip dari harian Non-Stop, Sabtu (6/6)
Senada, Ketua DPRD DKI yang juga berasal dari PDIP, Prasetyo Edi Marsudi, juga turut menjelaskan bahwa seluruh fraksi kebon sirih telah memastikan bahwa pembahasan perda untuk legalisasi reklamasi mega proyek Agung Podomoro tersebut, akan ditunda. Sebab, menurutnya, mayoritas fraksi di Kebon Sirih menginginkan adanya pembentukan pansus
” Kita akan utamakan pembahasan dua Raperda lainnya. Karena perlu adanya kejelasan untuk persoalan Raperda Zonasi ini,” ujar politisi senior PDIP tersebut.
Ketua Fraksi Golkar pun mengamini hal tersebut. Ia juga sepakat jika DPRD DKI harus menunda pembahasan ini dikarenakan kentalnya isu suap 5 miliar yang dihembuskan beberapa pihak untuk meloloskan peraturan bermasalah tersebut.
“Sebaiknya digelar pansus terlebih dahulu, lalu bicara soal Raperda Zonasi apalagi isu suap Rp. 5 miliar untuk menggolkan Raperda tersebut sangat kental,” kata Ketua Fraksi Golkar, Zainuddin, di Jakarta.
Kajian Akademik Abal-Abal
Persoalan naskah akademik Raperda Zonasi memang bermasalah. Fraksi PKS DPRD DKI menilai bahwa sudah semestinya raperda zonasi tersebut ditolak. Hal tersebut dikarenakan, menurut Selamet Nurdin, Ketua Fraksi PKS DPRD DKI, kajian akademik raperda tersebut tidak sah, yaitu hanya sebuah penelaahan dari pihak pengembang pulau reklamasi, dalam hal ini adalah PT Muara Wisesa Samudra (PT MWS).
“Raperda Kepariwisataan itu berbeda. Raperda-nya tebal, daftar pustaka-nya juga jelas. Kalau ini, Raperda Zonasi, cuma gambar-gambar, cuma peer review begini, ini bukan kajian ilmiah, ” katany membandingkan dengan Raperda Kepariwisataan, sebagaimana dikutip dari laman Aktual.co, Kamis, (14/5).
Bahkan dalam naskah akademik tersebut tidak ada memuat tanggapan sejumlah instansi terkait, seperti Bappenas, Departemen Pariwisatan dan Kebudayaan, serta TNI AL.
“Tanggapan kementerian pusat apa? Tanggapan Bappenas apakah masuk ke seitu? Tanggapan angkatan laut apa? Itu kan keamanan nasional, Departement Pariwisata dan Kebudayaan, masa enggak ada? Itu kan ada zona pelestarian,” ujarnya.
Sampai berita ini diturunkan belum ada tanggapan resmi dari Ahok selaku Gubernur DKI. Ahok hanya meminta ada dari pihak masyarakat untuk mengajukan gugatan terhadap izin gubernur kepada PT MWS untuk membatalkan. Karena, menurutnya, izin gubernur tersebut adalah turunan dari Keppres RI Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamsai Pantai Utara Jakarta.