SuaraJakarta.co, JAKARTA – Advokat Indonesia menilai kebijakan terkait Dana Ketahanan Energi (DKE) dari konsumsi premium dan solar di masyarakat bertentangan dengan konstitusi. Hal itu karena kebijakan ini bertentangan dengan UUD 1945 dan terkesan melimpahkan tanggung jawab kepada rakyat.
“Kami menilai kebijakan ini tidak berdasar hukum yang jelas. Bertentangan dengan UUD 1945 karena tidak mewujudkan kesejahteraan umum bagi rakyat. Rakyat saat ini sudah terbebani dengan harga BBM, bahkan harga BBM di Indonesia jauh dari keterbukaan harga pasar sebenarnya,” jelasnya sebagaimana dikutip dari laman facebook PAHAM Ind, Sabtu (26/12).
Menurut PAHAM, tidak ada klausul dalam Pasal 30 UUD 2914 yang menyebutkan rakyat wajib membayar premi atas bahan bakar yang digunakan. Kewajiban premi hanyalah penafsiran dari Kementerian ESDM, yaitu Menteri Sudirman Said.
“Faktanya hari ini harga minyak dunia turun, tapi kita rakyat masih saja menikmati harga yang mahal. Mahalnya BBM akan berakibat pada mahalnya harga komoditas atau produk lainnya,” tegas PAHAM.
Pemerintah, tambah PAHAM, juga tidak bisa berdalih pembangunan energi terbarukan menjadi dasar untuk membebankan rakyat dengan adanya DKE ini. “Pemerintah harus memiliki penganggaran yang benar dan transparan. Jangan mau kerja mudah tapi yang dibebankan rakyat, kita yang memiliki hasil bumi, seharusnya kita yang menikmati, bukan kita yang dibebankan,”
Diketahui, Kementerian ESDM telah mengumumkan penurunan harga BBM yang akan berlaku per 6 Januari 2016 nanti. Namun penurunan BBM ini berdampingan dengan kebijakan pungutan dana ketahanan energi, dimana pemerintah memberikan beban pungutan kepada rakyat yang membeli BBM jenis premium dan solar, yaitu Rp 200/ liter (premium) dan Rp 300/liter (solar).