SuaraJakarta.co, JAKARTA – Penyerapan anggaran APBD rendah bukti kurangnya komitmen Pemprov DKI dalam mengelola keuangan daerah. Dalam diskusi kajian seputar jakarta yang bertajuk “Bisakah DKI Jakarta Merebut Prediket Wajar Tanpa Pengecualian kembali” yang digelar di lobby Gedung DPRD DKI Jakarta (12/11) mengigat Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan (LK) Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI 2013 yang turun dari Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Anggota DPRD dari FPKS Dite Abimanyu mengatakan “Jika nanti BPK kembali mengeluarkan opini wajar dengan pengecualian terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI 2014, jangan lagi Pemprov menyalahkan SKPD-SKPD tapi Plt. Gubernur harus mengoreksi apa yang dia kerjakan, jangan hanya bisa lempar kesalahan.”
Dalam diskusi yang digelar oleh perkumpulan wartawan dilingkungan DPRD DKI itu juga menyoroti beberpa hal yang menjadi catatan, rendahnya penyerapan anggaran APBD DKI 2014 yang tidak mencapai target, disamping mengalami defisit sebesar Rp.12 triliun pada APBD 2014, rendahnya penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang tidak mencapai target di tahun 2014, dimana penerimaan PBB 2014 hanya mencapai 70%.
Menjelang berakhirya tahun 2014 Pemprov DKI Jakarta mengenjot penyerapan APBD 2014 dengan melakukan banyak kegiatan yang dalam beberapa pekan terakhir ini berupa pekerjaan fisik, terkait pembangunan infrastruktur, berupa penggalian drainase, pembongkaran trotoar, normalisasi kali dan saluran penghubung, serta penanaman pohon hias oleh dinas pertamanan.
Oleh karena lanjut Dite itu penyusunan Prioritas dan Platfon Anggaran Sementera (PPAS) untuk APBD 2015 baiknya disusun berdasarkan skala dan lingkup kebutuhan masyarakat yang dianggap paling penting dan luas jangkauannya, agar alokasi dapat digunakan secara ekonomis, efisien dan efektif program yang tersusun atau kegiatan lebih realistis.
Penilaian BPK terhadap Laporan Keuangan Pemprov DKI menunjukkan Pertama, kurangnya komitmen Pemprov DKI atas akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah melalui APBD.Kedua, lemahnya sistem pengendalian internal dalam jajaran Pemprov DKI. Ketiga, meningkatnya pelanggaran kepatuhan yang bersifat material dalam pelaksanaan anggaran oleh Pemprov DKI.
Harry Kurniawan, dari LBH Adil Sejahtera mengingatkan agar Ahok fokus kepada pembenahan Jakarta bukan malah menantang masyarakat Jakarta yang menginginkannya turun dari pucuk pimpinan; “minimnya penyerapan APBD salah satu faktornya adalah minimnya arahan dari ahok yang sibuk pencitraan, seolah bekerja padahal sebaliknya”. (MM)