Jokowi Diminta Instruksikan Semua Menteri Punya Program Perlindungan Anak

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Pada Hari Anak Nasional tahun ini, Indonesia menghadapi tantangan perlindungan anak yang cukup besar dan terjal. Betapa tidak, walau kita sudah mempunyai UU Perlindungan Anak sejak 2002 dan mempunyai kementerian serta berbagai lembaga yang fokus terhadap anak, tingkat kekerasan terhadap anak semakin meningkat dan mengkhawatirkan.

Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris yang salah satu lingkup tugasnya Perlindungan Anak mengatakan, pemerintah harus punya terobosan untuk merevolusi mental masyarakat bahwa kekerasan terhadap anak adalah kejahatan luar biasa.

“Ini (revolusi mental) pekerjaan besar dan hanya presiden yang bisa merealisasikannya. Saya sarankan Pak Jokowi keluarkan Inpres yang memerintahkan semua K/L (kementerian/lembaga) punya program perlindungan anak,” ujar Fahira di Jakarta (23/7).

Fahira mengungkapkan saat ini pengetahuan masyarakat terhadap regulasi terkait perlindungan anak sangat minim. Oleh karena itu harus ada gerakan nasional perlindungan anak yang langsung dikomandoi oleh presiden. Kampanye dan program perlindungan anak yang masif diyakini mampu menurunkan angka kekerasan terhadap anak.

“Agar ini jadi gerakan bersama, semua K/L diwajibkan punya program perlindungan anak di Renstra-nya masing-masing,”saran senator asal Jakarta ini.

Fahira mencontohkan misalnya Kementerian Agama punya program penyuluhan UU Perlindungan Anak bagi pasangan yang akan menikah. Kementerian Kesehatan punya program puskesmas ramah anak, Kemdikbud punya kebijakan menjadikan semua sekolah di Indonesia menjadi sekolah ramah anak. Atau Kominfo dan KPI yang punya kebijakan tegas membersihkan layar kaca kita dari tayangan sampah yang merusak anak-anak.

Kementerian yang sebenarnya tidak terkait erat dengan perlindungan anak juga bisa berinovasi. Misalnya Kementerian PPN/Bappenas yang tiap tahun menggelar musrenbangnas mewajibkan pemerintah daerah melibatkan anak-anak di setiap tahapan rencana pembangunan mulai dari tingkat desa hingga provinsi bahkan nasional untuk dimintai pendapat dan aspirasinya.

“Anak-anak ini juga punya hak dalam menentukan wajah kota atau daerah yang mereka tempati. Mereka harus ditanya fasilitas apa saja yg mereka butuhkan untuk mendukung tumbuh kembang mereka. Indonesia ini bukan hanya milik kita orang-orang dewasa,” tukas Fahira.

Menurut Fahira, walau pemerintahan sudah silih berganti tetapi keberpihakan negara terhadap perlindungan anak belum maksimal terutama dari sisi penganggaran.

“Saya sedih melihat anggaran KPPPA (Kementerian Pemberdayaam Perempuan dan Perlindungan Anak) yang begitu minim bahkan lebih kecil dari anggaran direktorat jenderal salah satu kementerian. Harusnya kementerian ini bisa jadi leading perlindungan anak, tetapi saya lihat perannya masih sebatas mengkoordinasi saja. KPPPA itu kementerian masa depan tapi anggarannya masih masa lalu,” ungkap Fahira.

Fahira berharap Presiden Jokowi juga menjadikan perlindungan anak sebagai salah satu prioritas utama program pemerintahannya dan bersedia menginstruksikan semua K/L agar mempunyai program dan kampanye perlindungan anak.

“Saya mau ingatkan beradab tidaknya sebuah negara itu dilihat dari bagaimana negara tersebut memperlakukan perempuan dan anak,” ujar Ketua Yayasan Abadi (Anak Bangsa Berdaya dan Mandiri) ini.

Related Articles

Latest Articles