SuaraJakarta.co, JAKARTA – Meskipun sesama beretnis Tionghoa dengan Ahok, Jaya Suprana lebih memilih untuk melawan penggusuran di Bukit Duri, meskipun harus bertatih-tatih menggunakan kursi roda.
Budayawan ini menjelaskan dirinya termotivasi datang ke Bukit Dari karena rasa setia kawan, kepada masyarakat yang dizalimi oleh Ahok selama ini, terlebih kepada Romo Sandyawan.
“Saya datang ke sini atas dasar setia kawan. Ini bentuk simpati saya. Saya akan menemani warga dan Romo Sandyawan di hari penggusuran ini,” ujar Jaya sebagaimana dikutip dari Detik.com, Rabu (28/9/2016).
Jaya mengaku kenal dekat dengan Romo Ignatius Sandyawan Sumardi yang menjadi pengasuh di Sanggar Ciliwung. Jaya menyebut bahwa Romo Sandy ialah tokoh kemanusiaan yang kerap membantu orang susah.
“Saya sudah kenal lama dengan Romo Sandy. Dia itu tokoh kemanusiaan. Saya ada bersama dia dan warga lain walaupun kondisi kesehatan saya sedang kurang enak,” tambah Jaya.
Jaya mengatakan bahwa kawasan Bukit Duri masih sedang dalam proses hukum. Sehingga ia meminta adanya penundaan atas rencana penertiban ini hingga keluar putusan hukum tetap.
“Kita bisa bedebat mengenai benar atau tidak. Kondisi Bukit Duri sedang dalam proses hukum. Ini kan sudah sidang ke-9, jadi tunggu dulu putusan hukum tetap,” ucap Jaya yang akrab dengan bidang kebudayaan.
Diketahui, proses gugatan hukum untuk memutuskan pemerintah atau warga yang menang saat ini masih terus berjalan.
Ahok berkilah, penggusuran ini tidak bisa memakan waktu menunggu hasil pengadilan karena menggunakan APBN yang akan berakhir tahun 2016. Dimana proyek betonisasi Sungai Ciliwung ini masuk dalam APBN KemenPU mulai dari 2013 hingga Desember 2016.
“Kita tidak bisa tunggu pengadilan. Proyek (normalisasi) itu APBN. Kalau tidak selesai bisa bayar tidak? APBN harus selesai akhir tahun ini,” katanya di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (28/9).