SuaraJakarta.co, JAKARTA – Pemberitaan simpang siur tentang beredarnya hasil pemeriksaan BPK tentang Kunjungan Kerja fiktif DPR sebesar Rp 945 miliar, mendapat klarifikasi dari Sekretariat Jenderal (Setjend) DPR RI.
Klarifikasi tersebut sebagaimana pesan berantai (broadcast) yang beredar massif dalam jejaring media sosial whatsapp kemarin, Jumat (13/5).
“Menanggapi pemberitaan media terkait kegiatan kunjungan kerja anggota DPR RI dengan ini Sekretariat Jenderal DPR RI menyampaikan klarifikasi sebagai berikut,” jelas Kepala Biro Pemberitaan Parlemen Setjend DPR RI Suratna.
Pertama, menurut Suratna, Sekretariat Jenderal DPR RI tidak pernah mengirim surat kepada fraksi-fraksi di DPR RI terkait dengan proses pemeriksaan BPK Tahun Anggaran 2015 di Setjend DPR RI, termasuk di dalamnya kegiatan Kunjungan Kerja yang dilakukan secara perorangan oleh Anggota DPR dalam rangka penyerapan aspirasi masyarakat.
Kedua, apa yang disebut dengan kerugian negara dalam pemberitaan media, sejatinya belum merupakan kerugian negara, namun lebih kepada dugaan potensi yang belum dapat diyakini kebenarannya, karena belum semua anggota DPR menyampaikan laporan kegiatan sebagai bukti riil sebagaimana dinyatakan oleh BPK.
“Perlu ditegaskan di sini. sesuai dengan Pasal 211 ayat (6) Peraturan DPR tentang Tata Tertib menyatakan bahwa laporan kunjungan kerja anggota disampaikan oleh anggota kepada Fraksinya masing-masing. Sebelum adanya pemeriksaan BPK telah banyak anggota yang menyampaikan laporan kunjungan kerja ke fraksinya,” jelas Suratna dalam pesan BC tersebut.
Ketiga,saat ini Setjen DPR terus menghimpun laporan kunker anggota DPR dan menyerahkan laporan kunker tersebut kepada Jumlah laporan kunker tersebut yang disampaikan kepada BPK dari hari ke hari terus bertambah.
Diketahui, berita tentang kunker fiktif ini muncul pada Kamis (12/5) di beberapa media daring terkemuka. Beberapa pengamat pun menilai laporan BPK ini sebagai permainan untuk menutupi berita Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama yang sedang diperiksa oleh KPK atas kasus suap Raperda Reklamasi.