SuaraJakarta.co, JAKARTA – Pandangan miring tentang Pansel KPK tidak hanya datang dari kalangan DPR, dari pihak akademisi dan sekaligus pegiat anti korupsi pun juga ikut mempertanyakan dasar Presiden Jokowi memilih 9 srikandi tersebut
“Saya bukan menggugat, hanya ingin mengetahui alasan pak Jokowi memilih mereka. Referensi apa yang digunakan Pak Jokowi untuk menetapkan mereka?” tutur Zainal Arifin Mochtar, dosen Hukum Tata Negara UGM, sebagaimana dikutip dari laman Metrotvnews.com (25/5)
Meskipun demikian, Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) tersebut tetap mengapresiasi atas sikap Presiden Jokowi memilih orang yang dinilai berkapasitas dan berintegritas sebagai pansel KPK
“Saya bilang ini adalah pilihan yang cukup baik. Mereka punya kapasitas dan integritas yang cukup di bidangnya,” tambah pria kelahiran Ujung Pandang 8 Desember 1978 ini.
JK Tidak Dilibatkan
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku tidak dilibatkan oleh Presiden Jokowi dalam menentukan nama-nama srikandi pansel KPK. Ia bahkan terkejut karena nama-nama yang diusulkan kepada Presiden ternyata berubah.
“(Pemilihan Pansel KPK) tidak (masukan bagian dari Jusuf Kalla), saya kan tidak di sini (di tanah air). Surprise”, kata mantan Ketua Umum Golkar, sebagaimana dikutip dari laman bisnis.com, Jumat (25/5)
JK menenangkan publik bahwa dirinya tidak diikutkan dalam pembahasan Pansel KPK karena berada di Jepang dua hari ini
“Saya kan di luar negeri dua hari ini. Memang, dua hari sebelumnya, sudah di sana”, tambah JK
Presiden RI Jokowi telah mengumumkan sembilan nama anggota pansel ketua Kpk, pada Kamis (21/5/2015). Semua anggota pansel adalah wanita yang memiliki berasal dari berbagai bidang.
Sembilan srikandi itu yaitu:
- Destry Damayanti, ahli ekonomi keuangan dan moneter.
- Eni Nurbaningsih, pakar hukum tata negara Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional.
- Harkristuti Harkrisnowo, pakar hukum pidana dan HAM, Kepala Badan Pengembangan Manusia Kemenkum.
- Betti S Alisjahbana, ahli IT dan manajemen.
- Yenti Garnasih, pakar hukum pidana ekonomi dan pencucian uang.
- Supra Wimbarti, ahli psikologi SDM dan pendidikan.
- Natalia Subagyo, ahli tata negara pemerintahan.
- Diani Sadia wati, ahli di Bappenas.
- Meuthia Ganie Rochman, ahli sosiolog korupsi dan modal sosial.