SuaraJakarta.co, Ujian Nasional yang diadakan rutin setiap tahun di Indonesia ini telah lama mengundang banyak kontroversi. Pro dan kontra mengenai UN terasa tidak ada habisnya. UN memiliki banyak masalah didalamnya, yang membuat siswa merasa UN adalah sosok yang dapat menghancurkan cita-cita mereka. Mulai dari kecurangan, ketakutan, tingkat kelulusan yang tidak mencapai target, sampai hal terekstrim kasus bunuh diri yang dilakukan para siswa yang gagal UN. Tidak dipungkiri, semua hal tersebut memang membuat UN menjadi terasa menjadi sebuah beban yang menakutkan bagi berbagai pihak, terutama para siswa, orang tua dan guru. Kelulusan menjadi sebuah kewajiban yang mutlak harus dicapai.
Banyak pihak yang menentang pelaksanaan UN, karena keberadaanya dirasa tidak efektif dan menimbulkan banyak masalah. Teriakan-teriakan “UN harus dihapuskan!” rasanya sudah sering sekali terdengar. Namun, adakah solusi lain untuk menentukan kelulusan yang dirasa cukup adil bagi seluruh siswa Indonesia selain UN? Terlepas dari berbagai masalah yang membelit, UN merupakan hal yang penting dan dibutuhkan oleh pendidikan di Indonesia.
UN adalah salah satu alat pemerintah untuk memetakan kualitas pendidikan secara nasional. Dengan adanya tingkat kelulusan secara nasional ini, pemerintah terbantu untuk memetakan daerah mana saja yang belum memiliki kualitas pendidikan yang cukup baik. Pemetaan pun dilakukan secara objektif, karena ditentukan berdasarkan hasil UN. Dengan pemetaan tersebut pemerintah dapat mengambil tindakan dan memperbaiki sistem pendidikan yang sudah berjalan di Indonesia. Kualitas sistem pengajaran, segi fasilitas yang mendukung pembelajaran, adalah sebagian dari hal yang menjadi perhatian pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Jika UN dihapuskan, maka tentu akan sulit bagi pemerintah untuk melakukan pemetaan dan perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia, karena Indonesia bukanlah negara yang kecil dan memiliki banyak daerah terpencil. Sehingga, tentu saja pemetaan dapat menjadi lebih mudah dan efektif dengan pemantauan kualitas pendidikan berdasarkan hasil UN.
UN memang menjadi sebuah kebutuhan bagi Indonesia. Karena sampai saat ini sistem penilaian di Indonesia belum memiliki solusi lain selain UN sebagai penentu kelulusan. Di negara maju seperti Kanada, UN memang sudah ditiadakan. Kanada juga pernah mengalami berbagai masalah pelik seputar UN seperti di Indonesia. Hingga akhirnya Kanada memutuskan untuk menghapuskan UN dengan berbagai pertimbangan, salah satunya perbaikan sistem penilaian di Kanada. Sistem penilaian di Kanada sudah jauh lebih baik dibandingkan sistem penilaian di Indonesia.
Kanada memiliki Lembaga Penjamin Mutu yang telah berjalan dengan sangat baik. Pengawasan mutu dan kualitas pendidikan di Kanada dilakukan secara ketat dan terorganisir dengan baik, sehingga siswa di Kanada tidak memerlukan UN agar dapat lulus dari sekolah. Bagaimana dengan sistem penjamin mutu dan penilaian di Indonesia? Sudah sebaik di Kanada kah? Tentu kita semua sudah tahu jawabannya, bahwa sistem penilaian di Indonesia belum sebaik sistem pendidikan di Kanada, karena nyatanya sampai saat ini Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Indonesia masih hanya terfokus pada pengembangan kualitas guru, dan belum terfokus pada pengembangan kualitas siswa. Sistem pendidikan di Kanada mungkin belum dapat diterapkan di Indonesia untuk saat ini. Maka, sampai saat ini UN menjadi solusi terbaik untuk menentukan kelulusan secara objektif dan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, karena pengembangan kualitas siswa dapat dilakukan melalui UN.
Sampai saat ini, UN dapat menjadi alat agar pendidikan di Indonesia dapat setara kualitasnya dengan kualitas pendidikan negara-negara tetangga atau pendidikan di Kanada. Siswa dapat termotivasi untuk belajar dan memiliki target yang jelas untuk dicapai, yaitu kelulusan UN dengan hasil yang maksimal.
Adapun UN adalah sebagai sebuah output dari hasil kerja keras siswa selama 3 tahun belajar di bangku sekolah. Berdasarkan teori Merrill Swain dari Kanada, output dari sebuah proses belajar adalah hal yang penting. Karena output tersebutlah yang menjadi indikator keberhasilan siswa dalam belajar. Jika dalam proses terdapat banyak kecurangan dan ketidakadilan, maka sesungguhnya bukanlah proses dari pengadaan output yang harus dihilangkan, melainkan proses dari pengadaan output tersebut yang harus diperbaiki. Seperti sebuah mobil yang mogok karena terdapat masalah dalam mesin mobil tersebut, maka bukan mobilnya yang harus kita bakar dan musnahkan. Melainkan, masalah yang terdapat di dalam mesinlah yang harus kita selesaikan dan perbaiki, agar mobil tersebut dapat berjalan dengan baik kembali. Begitupun dengan UN, ketika tidak berjalan dengan baik, maka menghapuskan UN dari sistem pendidikan Indonesia bukanlah sebuah solusi. Perbaikan sistem adalah solusi dan jalan yang terbaik bagi permasalahan UN di Indonesia.
Maka, dapat disimpulkan bahwa UN adalah solusi terbaik bagi pendidikan di Indonesia. Tentu saja, sampai saat ini masih begitu banyak PR yang harus diselesaikan pemerintah agar UN dapat menjadi lebih baik kedepannya. Namun, pemerintah saja tidaklah cukup, seluruh pihak yang terkait termasuk siswa dan guru juga harus sama-sama berusaha agar UN dapat menjadi lebih baik. Persiapan yang baik dan matang harus dilakukan siswa dan guru dengan sungguh-sungguh. Siswa harus benar-benar dalam keadaan siap dan tidak dibawah tekanan pada saat mengikuti ujian. Tekanan psikologis yang terlalu tinggi dapat berakibat buruk pada hasil akhir. “Jika UN dianggap sebagai sesuatu yang berat, jika UN dianggap sebagai hantu, maka akan menyebabkan siapa pun ketakutan.” Kata Agus Nugroho Setiawan, master of trainer achievement motivation di acara pembekalan menjelang UN kepada siswa SMK Muhamadiyah 2 Magelang, (kompas.com).
Para siswa harus mulai merubah mindset mereka dan mulai fokus kepada pikiran “bagaimana cara agar dapat lulus UN dengan baik dan dengan cara yang benar?”. Integritas juga menjadi modal yang penting, karena kelulusan dengan hasil mencontek adalah hal yang buruk yang dapat menambah daftar kelam pendidikan di Indonesia. Jiwa pencontek juga menjadi modal utama dari jiwa-jiwa koruptor di Indonesia. Tentu saja Indonesia tidak memerlukan manusia dengan jiwa-jiwa koruptor. Yang dibutuhkan Indonesia adalah siswa-siswi berintegritas yang dapat memimpin Indonesia dengan kejujuran agar Indonesia dapat menjadi lebih baik kedepannya. [SJ]
Geby Devtiana Maryono | Mahasiswa Sampoerna School of Education