SuaraJakarta.co, DUNIA berkembang semakin cepat, beriring dengan segala kerumitannya. Seiring dengan perkembangan yang menuju tahap kesempurnaan dari Era Globalisasi, banyak perubahan-perubahan yang terjadi. Baik itu perubahan yang dikehendaki maupun tidak, yang patut maupun tidak. Salah satu perubahan yang terjadi di era ini adalah; banyaknya ibu rumah tangga yang ikut terjun mengambil bagian dalam dunia usaha. Banyak ibu rumah tangga yang mulai meniti karir sebagai pengusaha maupun berkarir dalam dunia hiburan (entertainment). Perubahan ini, memiliki imbas yang tidak kalah rumit terhadap pendidikan anak.
Belakangan ini, banyak orangtua yang mulai disibukan dengan kegiatan pekerjaan yang tidak jarang membuat mereka kehabisan waktu bersama keluarga. Mencari nafkah, bukan lagi menjadi tugas yang hanya diemban oleh kepala keluarga saja, melainkan salah satu tombak terpenting keluarga yaitu Ibu. Di abad 21 ini, Ibu yang notabenenya memiliki tugas di rumah sebagai penopang kehidupan rumah tangga mulai keluar dari zona tersebut. Banyak ibu rumah tangga mulai sibuk dan menenggelamkan diri mereka dalam dunia bisnis yang kebanyakan dilakukan di luar rumah. Kesibukan yang mereka miliki tidak jarang membuat mereka lupa terhadap tanggung jawab mereka. Seperti halnya tanggung jawab pendidikan anak-anak mereka, yang seharusnya menjadi prioritas dan sorotan utama mereka.
Pada dasarnya pendidikan adalah hak mutlak seorang anak dimana anak memiliki hak penuh untuk mengeyam pendidikan demi kelangsungan hidupnya di masa depan. Pendidikan seorang anak di mulai dari rumah, dan memerlukan perhatian khusus dari orangtua. Pendidikan yang diterima oleh anak seumpama “batu bata” yang mana disusun satu-persatu menjadi pondasi yang kelak menjadi sebuah bangunan. Kekokohan suatu bangunan, terletak pada pondasinya, jika pondasi bangunan lemah maka tidak akan sanggup menopang bangunan tersebut. Demikian halnya dengan pendidikan anak, pondasinya adalah ilmu yang dipelajari dari orangtuanya. Jika orangtua terlalu sibuk mengurusi pekerjaan mereka di luar runah, dapatkah mereka membangun pondasi yang kokoh bagi pendidikan anak mereka?.
Menyoroti peranan orang tua dalam pendidikan anak, peran Ibu adalah salah satu peran terpenting dalam hal ini. Menghubungkan dengan para kartini di abad ke-21 ini, para kartini sudah melampaui batas peran yang seharusnya. Emansipasi yang dielu-elukan mulai kehilangan batasan, emansipasi yang diserukan kartini untuk memperjuangkan hak-hak wanita untuk memperoleh kebebasan dan menempuh pendidikan, mulai di serongkan. Para kartini abad 21 ini mulai mengartikan bahwa Emansipasi yang seharusnya adalah kebebasan untuk turut berperannya para kartini untuk memberikan kontribusi dalam dunia usaha, bisnis maupun dunia politik. Kontribusi nyata yang mulai terlihat adalah, mulai banyaknya kartini yang mulai berkecimpung di dunia politik, terlihat dari jumlah pilitikus wanita di beberapa periode belakangan ini. Sebut saja pada periode 2009-2014, dari 650 anggota DPR saat ini, 101 kursi yaitu sekitar 18,03%, diduduki politisi perempuan. Jumlah ini merupakan peningkatan yang secara terus-menerus berlangsung dari pemilu 2004, ketika jumlah politisi perempuan di DPR mencapai 11,6%, sementara hasil pemilu 1999 baru mendudukkan 8,6% perempuan di DPR.
Di era ini, para ibu rumah tangga yang memiliki kodrat untuk bertugas di rumah dan mengurusi urusan rumah tangga. Mengawasi perkembangan anak baik dalam segi psikis maupun mental serta pendidikan anak, mulai banyak yang meniti karir dan terjun ke dunia usaha bahkan dunia politik. Tidak sedikit dari mereka yang melupakan tanggung jawab mereka di rumah termasuk dalam hal mengurus pendidikan anak-anak mereka. Banyak dari mereka yang menyerahkan tanggung jawab pendidikan mereka kepada pengasuh anak, kepada sekolah dan guru yang mengajar anak-anak mereka. Mereka memberikan tugas yang seharusnya diemban sebagai tugas wajib mereka kepada pihak luar yang tidak dapat melakukan pengawasan intensif, pihak yang memiliki tanggung jawab terbatas. Orangtua memberikan hak membangun pondasi kehidupan sang anak kepada orang lain, tanpa menjadi “mandor” dalam pembangunan itu sendiri. Akan jadi apakah bangunan tersebut?.
Jika kita telusuri lebih lanjut mengenai masalah pendidikan, memang merupakan masalah yang cukup rumit. Maka tidak jarang orangtua yang menyerahkan tanggung jawab sepenuhnya kepada guru dan pihak sekolah mengenai pendidikan anaknya. Sebenarnya pendidikan seorang anak bukanlah hanya menjadi tanggung jawab sekolah belaka, melainkan tanggung jawab bersama antara orangtua dan guru. Dimana orangtua dan guru dituntut untuk saling bekerjasama bahu-membahu dalam mengawasi dan mengikuti perkembangan pendidikan sang anak. Menyokong perkembangan baik psikologis maupun mental anak yang konon memiliki peranan penting dalam proses menempuh pendidikan.
Kesibukan yang dimiliki oleh orangtua dalam bekerja, terlebih lagi ibu yang merangkap menjadi wanita karir menambah kepelikan dalam proses pendidikan anak. Banyak fakta yang ditemui bahwa, seringkali orangtua meyekolahkan anak mereka di sekolah-sekolah ternama dan rela membayar biaya yang mahal. Mereka berpikir dengan cara seperti itu, anak-anak mereka dapat mengeyam pendidikan yang layak, bermutu, dapat belajar dengan baik dan akan mendapatkan pelayanan pendidikan yang memuasakan. Namun sebenarnya, itu semua tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya dukungan dari orangtua sendiri. Tanpa adanya perhatian orangtua maka pendidikan yang diterima oleh si anak akan sulit berkembang. Selain itu, banyak juga orangtua yang berpikir bahwa mereka sudah melakukan tugas mereka dengan benar melalui pemberian materi yang berlimpah dalam kehidupan anak.
Materi yang sesungguhnya dibutuhkan seorang anak, bukan hanya sekedar materi yang berupa harta yang terlihat. Melainkan Ilmu dan Pendidikan yang diberikan secara baik dan diawasi juga pekembangannya. Belakangan ini seringkali terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pelajar, seperti halnya tawuran maupun geng motor yang belakangan ini mulai menyita perhatian. Menyoroti hal ini, mari kita telusuri lebih dalam apakah penyebab hal tersebut terjadi. Penyimpangan remaja biasanya terjadi akibat adanya luapan emosi yang sudah tak tertahankan, selain itu pewujudan ekspresi terpendam yang tidak memiliki media untuk meluapkan ekspresi mereka tersebut. Jika kita meperhatikan lebih seksama, sebenarnya kenakalan remaja dapat dikurangi melalui perhatian dan kepedulian yang diberikan orangtua terhadap anaknya. Perhatian merupakan suatu motivasi yang sangat berharga bagi si anak. Anak sangat merasa senang dan bahagia jika orangtua mereka memperhatikan dan menunjukan kepedulian bagi anak. Terlebih jika orangtua ikut ambil bagian dalam proses pendidikan mereka dan ada dalam setiap tahap perkembangan mereka.
Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk memberi perhatian dan menjadi media yang siap menampung luapan hati maupun perwujudan ekspresi anak. Karena bagi seorang anak, waktu bersama orangtua dimana anak bisa belajar, mencurahkan isi hatinya, dan meluapkan setiap ekspresinya adalah sesuatu yang sangat berharga. Oleh karena itu mari sadari pentingnya peran orangtua dalam setiap perkembangan dan pendidikan anak. Jika orangtua, apalagi ibu terlalu sibuk tenggelam dalam dunia usaha, entertainment maupun politik, apakah yang kelak akan terjadi dengan pendidikan anak?. “Mari para ayah, ibu lakukan kewajiban dan peranmu yang sesungguhnya. Luangkan waktumu, berikan hak pendidikan itu kepada semua anak, karena tanggung jawab pendidikan anak ada pada pundakmu ayah, ibu. Engkau adalah ujung tombak pendidikan anak-anakmu”
Mahgda Melita | Mahasiswa Sampoerna School of Education