SuaraJakarta.co, JAKARTA – Proses sengketa pilpres di MK yang berlangsung mulai tanggal 6 Agustus 22 Agustus mendatang, tampaknya cukup menyita perhatian publik luas. Tidak hanya yang berasal dari para penyelenggara pemilu, namun juga bagi mereka masyarakat umum yang melihat langsung bagaimana bukti adanya kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan massif tersebut dilakukan oleh KPU.
Bukti tersebut sesuai dengan pernyataan dari dr. Poby Karmendra yang sedang menjalankan pengabdian sebagai seorang dokter di pedalaman Papua, tepatnya di Puskesmas Bokondini, Tolikara, Papua. Dalam akun facebooknya, dokter lulusan Fakultas Kedokteran UNAND, Sumatra Barat tersebut, menyampaikan kesaksian bahwa di Pegunungan Papua terdapat banyak kecurangan yang dilakukan oleh KPU. Kecurangan tersebut, menurutnya, adalah tidak ada TPS, dan juga tidak ada publikasi pilpres.
“Andaikan yang diundang datang ke MK itu adalah aku.. Apa yang tanggapan KPU Papua, klw secara fakta di Pegunungan Papua, tidak ada TPS, tidak ada publikasi pilpres, lalu hasilnya dari mana?”, jelas dr. Poby Karmendara sebagaimana tertulis di akun pribadi facebooknya pada hari Senin 11/8/2014 sekitar tepat pukul 12.00 siang hari.
Tambahnya, ia membenarkan apa yang disampaikan saksi yang didatangkan dari distrik Bokoneri, Tolikara, Papua, bahwa kecurangan pilpres yang dilakukan oleh KPU tersebut fakta adanya. Masih menurutnya, Bokoneri adalah salah satu distrik di Papua yang bersebelahan dengan distrik Bokondini, tempat dia menjadi dokter PTT di daerah tersebut. Sehingga, menurutnya, apa yang terjadi pada pilpres di Papua adalah fakta kecil kecurangan KPUD bahkan hingga memaksa penandatanganan hasil perolehan suara oleh saksi.
“Jangan bodohi kami. Tidak ada sosialisasi, tidak ada aktivitas pemilu, tidak ada TPS, tidak ada kotak suara, dan ternyata hasil rekapitulasi sudah langsung ditetapkan oleh KPUD dan adanya pemaksaan untuk penandatangan dari saksi. Ini hanya fakta sebagian kecil,” Tambahnya dalam statement dari akun facebook pribadi miliknya sebagaimana dikutip dari Abdullah Azmy (Selasa, 12/8/2014)
Di luar itu, sebagai seorang dokter yang bertugas melayani masyarakat tanpa berpihak ke salah satu calon, membuatnya melakukan penegasan bahwa kedudukan dirinya bersifat netral. Ia menganggap menjadi dokter harus netral, tapi sebagai warga negara, ia memiliki hak politik untuk memilih, meskipun pada kenyataannya, hak pilih tersebut tidak diberikan bagi para pendatang.
“Saya dalam hal ini tidak memihak siapa pun, karena saya pun sebagai warga negara juga tidak punya hak pilih di sana, termasuk semua hak pendatang di tanah Papua. Saya hanya berharap, presiden terpilih adalah hasil dari demokrasi yang jujur bukan karena kecurangan. Terima kasih”, Tegasnya (ARB)