SuaraJakarta.co, JAKARTA – Ketua OSIS SMA 48 Jakarta Feri Putra Pratama mengkritik kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan terhadap Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016.
Pasalnya, dalam peraturan tersebut, pelaksanaan Masa Orientasi Siswa (MOS) tidak lagi melibatkan OSIS sebagai penanggung jawab pelaksana, tetapi dialihkan kepada guru. Selain itu, nama MOS berganti menjadi Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS). Padahal, di sisi lain, materi yang disampaikan kepada siswa baru pun tetap sama.
Perubahan penanggung jawab pelaksana inilah, yang menurut Feri berdampak pada timbulnya citra negative bagi OSIS yang tidak melakukan perploncoan dan kekerasan
“Perubahan ini kurang menguntungkan bagi OSIS. Padahal ada yang sebelumnya tidak melakukan perpeloncoan, jadi negatif di mata umum,” kata Feri sebagaimana dikutip dari laman CNN Indonesia, Selasa (11/7).
Menurut Feri, ketidakterlibatan siswa dalam pelaksanaan PLS dapat menutup peluang bagi pengurus OSIS untuk kembali mencontohkan budaya di lingkungan sekolah.
“Kami hanya mensosialisasikan bagaiman tata tertib dan atribut di sekolah, hanya sebagai contoh,” ujar Feri.
Siswi SMA Negeri 39 Jakarta Safira Audiva Anindita mengatakan, lebih setuju jika kedua pihak baik siswa dan guru terlibat dalam kegiatan PLS. Hal ini dikatakan Safira untuk membuat suasana pemberian materi menjadi lebih menyenangkan dengan kehadiran siswa senior yang tidak memiliki jarak umur yang jauh.
“Iya enggak apa-apa harusnya siswa ikutan, tergantung OSISnya sebenarnya,” ujar Safira.
Meski demikian, Safira mengakui bahwa keterlibatan siswa bersama guru dalam pelaksanaan PLS hanya dapat diberlakukan di sekolah-sekolah yang siswanya tidak terlibat dalam kasus bullying dan kekerasan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan secara resmi telah melarang pelaksanaan MOS dan mengubah namanya menjadi PLS. Dalam PLS, siswa juga sama sekali tidak dilibatkan kecuali dengan syarat-syarat tertentu.