Melalui Desa, Mendes Yakin Indonesia akan Jadi Penghasil Pangan Dunia

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Sandjojo mengatakan, Indonesia akan mampu menjadi negara penghasil pangan dunia dengan memberdayakan produksi pangan di desa-desa. Pasalnya, Indonesia memiliki lahan tropis yang sangat luas, yakni Nomor 2 terbesar di dunia setelah Brazil.

“Apakah Indonesia ke depan bisa menjadi penghasil pangan dunia? Saya yakin jawabannya iya. Karena Indonesia adalah negara dengan lahan tropis terbesar ke dua di dunia setelah Brazil, yang bias ditanami berbagai jenis tanaman pangan,” ujarnya pada pertemuan upaya stabilitas pasokan harga pangan bersama Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta, Senin (29/8).

Mendes Eko mengatakan, Brazil dengan memberdayakan lahan tropis dengan mengaktifkan lahan-lahan pertanian, bisa bangkit menjadi negara dengan perekonomian ke 5 terbesar di dunia mengalahkan Inggris dan Perancis. Di mana pada 30 tahun sebelumnya, Negara Brazil mengalami inflasi hingga seribu persen.

“Ini Indonesia bisa lebih dari itu. Indonesia tidak hanya memiliki lahan tropis terbesar ke dua di dunia, bahwa Indonesia juga memiliki garis pantai nomor 2 terbesar di dunia setelah Kanada. Jadi banyak produk dari laut dan pantai yang bisa diberdayakan seperti tambak, garam, ikan, rumput laut, dan lain-lain,” ujarnya.

Menurutnya, jika semua elemen negara bekerjasama untuk memanfaatkan potensi tersebut, akan menjadi kekuatan ekonomi yang akan diperhitungkan dunia. Bahkan sekarang, Indonesia telah berada pada peringkat ke 16 ekonomi dunia.

“Seratus Juta lebih angkatan kerja bekerja di Indonesia. Kalau kita berdayakan untuk bercocok tanam di sektor pertanian, perikanan dan peternakan yang mampu memberikan income rata-rata Rp2 juta saja per bulan bagi masyarakat desa, maka uang yang beredar di masyarakat desa dalam satu bulan bisa mencapai Rp200 Triliun,” terangnya.

Menteri Eko melanjutkan, Indonesia saat ini memiliki sebanyak 74.754 desa. Di mana masing-masing desa memiliki karakter dan keunikan yang berbeda pula. Namun ada satu kesamaan, bahwa mayoritas desa penghasilannya melalui bercocok tanam, peternak dan nelayan.

“Kita lihat desa yang sudah maju, fokus pada produk unggulan tertentu. Meskipun banyak desa yang sudah ada produk unggulan, tapi juga masih banyak yang belum punya produk unggulan. Produk harus besar dan terintegerasi,” ujarnya.

Selain itu menurutnya, untuk mendukung program tersebut juga diperlukan sarana pasca panen. Melalui sarana tersebut, hasil pertanian yang melimpah, dapat disimpan dan diolah sehingga dapat menjadi pengendali keseimbangan harga. Namun keterbatasan pemerintah yang belum bisa menyediakan sarana pasca panen dalam waktu dekat, maka penyediaan sarana pasca panen juga akan melibatkan seluruh elemen termasuk pengusaha.

“Kita sebagai pembantu presiden harus bekerjasama. Kalau ini bisa kita terapkan satu desa satu produk. Saya konsultasi Mentan dan Mendag apakah bagusnya satu desa satu produk atau satu kecamatan sattu produk. Jika ini berjalan, insyaallah Menteri Perdagangan tidak perlu khawatir lagi jika harga produk akan turun. Karena hasil panen bisa disimpan dalam sarana pasca panen,” terangnya.

Related Articles

Latest Articles