Lagi, Fauzi Bowo Janji Atasi Macet Jakarta

Jakarta – Sambil bergelantungan di bus, Fauzi Bowo tak henti mengumbar senyum. Sesekali, pria berkumis itu melihat ke kiri dan ke kanan bus yang seukuran dengan bus Transjakarta atau populer dengan sebutan busway itu. Selain ukuran, desain interior bus yang dinaikinya ini pun persis sama busway yang diluncurkan di masa Jakarta masih diperintah Sutiyoso itu.

Bus ini adalah satu dari 15 bus Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway (APTB). Sesuai namanya, bus ini menghubungkan warga kota penyangga Jakarta dengan Ibukota itu sendiri. Kota Bekasi mendapat kesempatan pertama terhubung langsung dengan jalur busway Jakarta., ujarnya seperti dilansir Vivanews.

Fauzi Bowo jelas sumringah, karena program ini bisa direalisasikan sebelum akhir masa jabatan sebagai Gubernur DKI Jakarta. Dia pun menjajal langsung bus itu dari pool bus Hiba Utama di Jalan Raya Bekasi, Cakung, Jakarta Timur, menuju Terminal Kota Bekasi.

“Angkutan yang kita luncurkan hari ini adalah realisasi dari pola transportasi makro, tidak hanya Jakarta, tapi akan berkembang ke kawasan Bodetabekjur,” kata Fauzi Bowo saat diwawancara dalam bus. Bodetabekjur adalah singkatan dari Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur, yaitu sejumlah daerah di sekeliling Jakarta.

Fauzi menyatakan, warga Bekasi yang memakai transportasi bus, sekarang mendapat kemudahan. “Dari Terminal Bekasi, mereka langsung ke Pulogadung, langsung ke busway, tiketnya sudah terintegrasi pula,” kata Fauzi yang mencalonkan diri lagi sebagai Gubernur Jakarta untuk periode berikutnya itu. Selain itu, jika bus bisa mengangkut penumpang 17 ribu orang per hari, maka kemacetan akan berkurang 4,09 persen.

Setelah Bekasi-Pulogadung, APTB berikutnya Bekasi-Kampung Rambutan. Ke depan, Fauzi Bowo menyebut APTB dikembangkan ke daerah penyangga Jakarta lainnya. Menteri Perhubungan telah memberi wewenang kepada Gubernur Jakarta untuk mengeluarkan izin trayek melampaui wilayah Jakarta. Inilah yang menjadi dasar Fauzi Bowo mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 103 Tahun 2007 tentang Pola Transportasi Makro Ibukota Jakarta.

Program APTB ini bukan berarti tanpa cela. Di Terminal Bekasi, puluhan awak bus kota jurusan Karawang-Pulogadung yang melintasi Cikarang dan Bekasi, langsung menyambut kedatangan Fauzi Bowo dengan demonstrasi. Mereka memprotes APTB bersinggungan dengan trayek mereka.

“Armada mereka lebih bagus, sedangkan kami punya kami jelek. Penumpang pasti lebih memilih naik kendaraan yang baru,” kata Samuel Siregar, salah satu kru bus yang mogok pada hari Rabu 28 Maret 2012 itu.
Pelaksana Tugas Walikota Bekasi Rahmat Effendi menyatakan para awak ini tak perlu khawatir. “APTB ini berhentinya di tempat khusus, tidak bisa di sembarang tempat,” ujarnya. Seperti halnya busway, APTB hanya berhenti di halte-halte tertentu saja. Lagipula, layanan baru ini, katanya, baru bisa meladeni 4 persen penumpang di Bekasi. “Jadi belum sepenuhnya tertampung. Ke depan akan kami  tingkatkan terus, biar masyarakat yang merasakan keberadaan APTB ini.”

Tiga Strategi
Pengembangan angkutan massal ini hanya satu dari tiga strategi atasi macet yang dikonsep Fauzi Bowo sejak awal menjadi Gubernur. Dua strategi lain adalah pembangunan infrastruktur dan pengaturan transportasi. Pengembangan angkutan massal bukan hanya pada bus rapid transit semacam busway atau APTB, tapi juga monorel, mass rapid transit (MRT) atau dikenal juga sebagai subway, kereta api dan waterway.

“Dasarnya harus mass transport, dan yang paling efektif itu transportasi berbasis rel. Jadi, yang sudah ada harus direvitalisasi, ditingkatkan kapasitasnya. Yang belum ada, harus dibangun,” kata Fauzi Bowo saat bertandang ke kantor VIVAnews.com pertengahan Januari 2012 lalu.

Dan angkutan massal berbasis rel yang memiliki kapasitas terbesar tentu saja mass rapid transit (MRT). “Sudah saatnya MRT dibangun mengingat tingkat kepemilikan mobil dan kepadatan mobil per area jalan yang tinggi. Jakarta perlu memiliki transportasi publik cepat, terjangkau, nyaman dan andal,” kata Fauzi Bowo.
Dalam soal infrastruktur, Foke, sapaan akrabnya, akan melebarkan jalan, dan membangun jembatan layang dan terowongan. Jaringan jalan juga diperbanyak termasuk membuat jalan layang non-tol seperti di jalur Casablanca dan Jalan Antasari. Jalur pejalan kaki juga ditingkatkan.

Kemudian dalam pengaturan, Foke akan membatasi penggunaan kendaraan bermotor melalui Electronic Road Pricing (ERP), pembatasan parkir melalui fasilitas park and ride, serta pengaturan penggunaan jalan.
Foke juga menerapkan kawasan Transit Oriented Development (TOD). TOD merupakan kawasan campuran permukiman dan komersial dengan aksesibilitas tinggi terhadap angkutan umum massal. Stasiun dan terminal sebagai pusat kawasan didampingi bangunan berkepadatan tinggi untuk hunian.

Foke menuturkan kontribusi terbesar beban kemacetan ibukota adalah pada kawasan perkantoran. Distribusi terbesar berada di wilayah Jakarta Selatan sebanyak 51 persen, kemudian Jakarta Pusat sebesar 30 persen, Jakarta Barat 9 persen dan Jakarta Timur dan Jakarta Utara masing-masing 5 persen. [Vivanews/Arfi Bambani Amri, Dwifantya Aquina , Erik Hamzah]

Related Articles

Latest Articles