SuaraJakarta.co, JAKARTA – Hari ini Ketua Komisi VIII DPR RI Saleh Daulay menerima secara resmi lebih dari 60 ribu tandatangan masyarakat yang dikumpulkan melalui petisi di laman Change.org untuk mendorong pembahasan dan pengesahan segera Rancangan Undang-Undang Penghentian Kekerasan Seksual (RUU PKS). Petisi tersebut diserahkan kepada Daulay oleh perwakilan penggagas petisi Sophia Hage dari Lentera Indonesia pada acara “Indonesia Melawan Kekerasan Seksual” yang berlangsung di Salemba, Jakarta.
Dalam kesempatan tersebut Saleh Daulay, beserta beberapa perwakilan DPR RI, antara lain dari Fraksi PDIP, PAN, PKB dan Nasdem secara terbuka menyatakan komitmennya untuk mendukung dimasukkannya RUU PKS dalam daftar Prolegnas 2016.
Saat menerima petisi, Saleh Daulay menegaskan bahwa dirinya akan menindaklanjuti desakan masyarakat agar pembahasan RUU PKS dapat diprioritaskan.
“Pembahasan dan pengesahan RUU ini penting karena akan memberikan payung hukum yang jelas dan sistematis melindungi korban dan mencegah terjadinya kekerasan seksual. Komitmen dari legislator dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk tidak lagi menunda-nunda pembahasan. Ini kondisi darurat. Masyarakat luas siap memberikan dukungan,” jelas Sophia.
Lentera Indonesia, sebuah kelompok dukungan bagi penyintas kekerasan seksual, bersama dengan Magdalene.co, memulai petisi di Change.org menyusul kasus perkosaan dan pembunuhan terhadap anak berusia 14 tahun, YY, di Bengkulu. Hingga saat ini petisi di www.change.org/YYAdalahKita telah didukung lebih dari 62 ribu tandatangan.
Keterangan Foto: Ketua Komisi VIII DPR Saleh Daulay menerima 60 ribu tandatangan petisi masyarakat yang disampaikan oleh Sophia Hage dari Lentera Indonesia.
Selain menemui Ketua Komisi VIII DPR, hari ini (12/5) Lentera Indonesia, didampingi oleh perwakilan Komnas Perempuan Indri Suparno, juga menemui Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Setkab untuk menyampaikan dukungan masyarakat terkait RUU PKS.
Saat menerima 60 ribu tandatangan petisi masyarakat yang ditujukan ke Presiden Jokowi, Pramono menegaskan bahwa Presiden Jokowi akan terus mendorong dan membantu DPR untuk segera membahas dan mengesahkan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
Namun begitu, Pramono menyadari bahwa terbitnya sebuah Undang-undang bisa memakan waktu. Karena itu, ia berkata bahwa Presiden Jokowi berencana mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) mengenai Penghapusan Kekerasan Seksual. Salah satu isinya adalah peningkatan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual, dari hukuman maksimal 15 tahun, menjadi hukuman MINIMAL 20 tahun.
Selain itu, katanya Perppu akan meliputi penanganan kasus kekerasan seksual yang sensitif kepada korban dan memenuhi hak-hak keadilannya.