SuaraJakarta.co – Amphibi adalah julukan untuk orang yang menjalani kehidupan di ‘dua alam’ : satu alam sebagai pekerja dan karyawan, satu lagi sebagai pebisnis (sebagai investor, pemilik usaha maupun pedagang barang atau jasa). Meminjam istilah ‘revolusi ampfibi’ yang dikupas mas @yuswohady di blognya www.yuswohady.com – dorongan menjadi amfibi karena peluangnya terbuka lebar, dipermudah dengan kondisi ekonomi Indonesia yang makin baik sehingga iklim investasi dan daya beli masyarakat meningkat, juga teknologi yang membuat penghalang (barrier) untuk berbisnis makin tipis, misalnya dengan memulai dengan buka toko online. Ada juga aspek psikis : jadi pengusaha (enterpreneur) itu keren dan lebih sejahtera.
Lalu, apakah mungkin menjadi amphibi yang fokus? Terlihat bertentangan : karir dan bisnis adalah dua hal yang sulit dipersatukan. Awal 2013 saya diminta bicara tentang “menjadi amphibi” ini di kelas Khalifah Enterpreneur School (KES) punya mas Ippho Santosa (twitter @ipphoright), kemudian lanjut di beberapa kelas berikutnya, bahkan di kelas-kelas wirausaha lain setelahnya di beberapa kota. Banyak peserta memang sedang transisi berpindah kuadran. Di pekerjaan ada satu kaki, di bisnis kaki yang satu lagi. Di poin ini saya banyak berbagi. Keinginan berbisnis di kalangan pegawai muda di Indonesia memang sudah tak bisa dibendung lagi.
Sebetulnya ada fenomena lain dalam pandangan saya, yaitu istilah ‘mbunglon’. Jadi chameleon. Di lokasi kerja beradaptasi jadi pekerja yang giat. Di ladang bisnis menjadi peniaga yang tangguh dan lincah. Saya akan bagi beberapa hal di tulisan ini dibawah ini, semoga menginspirasi.
Menjadi amphibi yang tahan hidup di kedua alam itu tak gampang. Apalagi hingga dibilang sukses. Pertama perlu mencermati dorongan, apa intensi ketika menjadi karyawan lalu mencicipi bisnis :
- Ingin mencari tambahan penghasilan?
- Ingin menyiapkan sekoci, berjaga-jaga jika perusahaan tempat bekerja karam?
- Karir di pekerjaan mandeg?
- Sekedar ikut-ikutan?
- Mengisi waktu, karena tak terlalu sibuk di pekerjaan?
- Kebutuhan penyaluran energi dan untuk berekspresi?
Dari semua pilihan motif diatas, upayakan kita jadi amphibi yang baik, yang memilih berbisnis dengan kesadaran dan bukan karena lari dari kenyataan. Optimalkan kapasitas diri sehingga bisa sukses di dua sisi. Selain itu, sebagai modal awal, pilih bisnis yang disenangi supaya jadi bahan bakar yang terus menyala dan menjadi dorongan untuk tidak mudah menyerah.
Selain niat dan semangat, kita perlu kenali 2 cara pandang pebisnis dan karyawan yang kadang bertentangan. Dengan mengenalinya, kita bisa tahu cara menyikapinya. Misalkan karyawan biasanya dididik menjadi good planner, sementara pebisnis berorientasi eksekusi dan action, karena rencana bisnis bisa dibangun sambil berproses.
Hal lain lagi misalkan karyawan dilatih untuk tidak mencoba sampai limit dan berkreasi karena tiap bulan dapatkan gaji yang sifatnya pasti, sementara tidak demikian dengan pebisnis yang harus tiap waktu survive sehingga perlu terus berinovasi. Yang paling membedakan juga adalah karyawan cenderung ingin selalu dilayani, sementara menjadi pebisnis sebaliknya harus melayani pihak lain, mandiri dan terus beradaptasi.
Ini tidak akan mudah. Perlu daya tahan dan kesabaran menjalaninya. Kerepotan akan bertambah, waktu dan konsentrasi juga akan banyak tersita karena harus membagi perhatian kepada 2 atau beberapa hal. Apalagi jika misalnya bisnis makin berkembang dan terbuka peluang lebih banyak disana-sini. Jika mencari kemudahan, sebaiknya lupakan saja. Karena amphibi biasanya menyiapkan fundamental bisnisnya sekarang untuk memperjuangkan ‘kebebasan di masa depan’, maka ia harus bersedia susah dan berkorban melebihi orang lain.
Penulis: @endykurniawan – Trainer, coach dan penulis bidang Bisnis, Investasi dan Keuangan. Pendiri dan pemilik Salama Mitra Investa, pemegang brand @salma_dinar distributor emas logam mulia nasional | www.salmadinar.com