SuaraJakarta.co, JAKARTA – Aktivis Hak Asasi Manusia dari SNH Advocacy Center, Sylviani Abdul Hamid mengecam tindakan Densus 88 dalam aksi penangkapan Ustad Muhammad Basri Pimpinan Pondok Pesantren Tahfidz Qur’an. Sylvi mengatakan penangkapan yang dilakukan Densus 88 tidak mengindahkan norma dan asas hukum yang ada di Indonesia.
“Negara kita Negara hukum, semuanya ada aturan dan tata caranya,” ujarnya pada Selasa (28/4) di Jakarta.
Sebagaimana diketahui, Jum’at (24/4) lalu Satuan Densus 88 Anti Teror Mabes Polri menangkap Pimpinan Pondok Pesantren Tahfizhul Qur’an, Ustad Muhammad Basri di depan sebuah Apotek Bunga Kelurahan Sudiang Raya yang tidak jauh dari pondok pesantren yang dipimpinnya.
Sylvi mengingatkan kepada penegak hukum untuk menindak pelaku kejahatan atas nama hukum, tapi jangan sekaligus melanggar hukum, dimana terdapat asas presumption of innocence, seseorang dianggap tidak bersalah sebelum dinyatakan bersalah oleh pengadilan.
“Apakah asas ini hanya sebatas teori yang hanya wajib dipelajari oleh mahasiswa fakultas hukum, tapi tidak untuk dipraktekan?” ungkapnya dengan nada heran.
Perlakuan Densus 88 terhadap seseorang yang diduga para pelaku teror selama ini sudah jauh dari aturan hukum dan mengindahkan asas praduga tak bersalah yang dianut oleh hukum pidana di Indonesia. Sylvi mengajak seluruh jajaran Polri untuk kembali mempelajari peraturan yang ada.
“Anggota Satuan Densus 88 harus kembali mempelajari UU Terorisme dan KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana-red.) sebagai acuan dalam melakukan tindakan terhadap seseorang yang diduga terlibat aksi terorisme,” tutup Sylvi. (HK).