SuaraJakarta.co, JAKARTA – Tahun 2014 yang lalu, ramai pemberitaan tentang wacana pemerintah untuk menghilangkan kolom agama di dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP). Wacana ini menjadi perdebatan dan pembicaraan yang hangat di media. Sebagian kalangan beranggapan bahwa kolom agama dianggap sebagai sumber diskriminasi antar umat beragama. Namun, kebanyakan kalangan menolak dihapusnya kolom agama di KTP dengan alasan banyaknya persoalan terkait dengan status sosial dan hukum.
Memasuki Tahun 2015 ini, penghapusan kolom agama bukan lagi menjadi sebuah wacana, akan tetapi sudah menjadi norma yang ditetapkan dalam pembuatan KTP baru. Hal ini disampaikan oleh Sylviani Abdul Hamid, aktivis Hak Asasi Manusia dari SNH Advocacy Center.
“Kami mendapat beberapa laporan dari masyarakat yang katanya pada saat membuat KTP, formulirnya tidak tertera kolom isian agama.”
Sylvi mengatakan akan menanyakan hal ini kepada pihak terkait guna mendapat kejelasan. “kita akan tanyakan hal ini ke dinas terkait.” tegasnya.
Lebih lanjut Sylvi menegaskan pentingnya kolom agama, dimana apabila seseorang meninggal dunia dan tidak diketahui keluarganya, maka haknya untuk penyelenggaraan jenazahnya sebagai penganut agama akan terabaikan.
“Bagaimana kalau dia seorang penganut agama Islam kemudian acara penguburan jenazahnya diselenggarakan menurut agama yang bukan Islam, kan ga etis,” jelas Sylvi.
“Tidak hanya masalah penyelenggaraan jenazah saja, ada hal-hal lain yang berhubungan dengan hukum yang ada hubungannya dengan kolom agama, misalnya: pernikahan, waris,” tambah aktivis dengan anak delapan ini.
Sylvi khawatir dibalik pengosongan agama di KTP ini ditunggangi oleh paham komunis.
“Jangan-jangan ada paham yang tidak percaya agama yang bermain di belakang ini semua, kita kan ga tau, tentu bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945” tutupnya. (HK).