SuaraJakarta.co, JAKARTA (29/09) – Kisruh yang melanda kepemimpinan di DKI Jakarta dikarenakan pernyataan-pernyataan yang tidak sepantasnya dilontarkan oleh seorang pemimpin dimana setiap pernyataan seorang pemimpin seharusnya memberikan ketenangan dan memberikan solusi bagi permasalahan yang ada. Stetmen yang merendahkan keberadaan DPRD maupun tentang pelarangan kurban di seluruh sekolah dasar menimbulkan reaksi dari masyarakat maupun anggota DPRD. Plt. Gubernur DKI Jakarta Basuki T. Purnama atau yang biasa di sapa Ahok kerap melontarkan pernyataan-pernyataan yang kontrofersial dimana tidak jarang menimbulkan keresahan ditengah-tengah masyarakat.
Tidak sedikit masyarakat yang harap-harap cemas atas kepemimpinan DKI Jakata; semisal atas adanya pelarangan Kurban dilingkungan Sekolah Dasar seluruh DKI Jakarta yang awalnya di bantah namun fakta bicara lain setelah masyarakat ditampilkan Surat Instruksi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 67 tahun 2014 yang Ahok tanda tangani sendiri pada tanggal 17 Juli 2014 selaku Plt. Gubernur; kebohongan publik yang ia lakukan mencerminkan ketidak becusan dalam memimpin DKI Jakarta; ini bentuk pelanggaran etika kepemimpinan terang Harry Kurniawan, Sekretaris LBH Adil Sejahtera.
Prof. Jimly Asshiddiqie menyatakan dalam bukunya berjudul Peradilan Etik dan Etika Konstitusi menyatakan bahwa etika penyelenggara negara mencakup keseluruhan norma baik dan benar atau salah dan buruk di semua lingkungan jabatan. Jabatan ini ditafsikan sebagai pemerintahan dalam arti luas baik pejabat yang dipilih secara langsung ataupun tidak langsung oleh rakyat. Di Jepang bahkan hal yang lumrah bagi seorang pejabat mengundurkan diri dari jabatan publik (shame culture) jika melakukan tindakan yang sudah melanggar hukum atau norma sosial. Artinya, tidak pun ada aturan hukum yang memberikan sanksi bagi pejabat publik yang melakukan perbuatan tercela, mereka secara tidak langsung dikarenakan rasa malu dan tanggungjawab yang besar serta merta akan mengundurkan diri dari jabatannya.
Seharusnya Ahok belajar dari kasus Aceng Fikri yang di Impeacment oleh DPRD Garut karena pelanggaran etika dugaan skandal moral; hal serupa bisa juga terjadi pada Ahok apabila tidak mau merubah gaya kepemimpinanya yang terkesan arogan; Pengaturan mengenai impeachment ini terdapat dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Impeahcmnet merupakan sebuah proses tuntutan hukum kepada kepala daerah yang dianggap melanggar hukum atas dasar aturan dalam konstitusi atau undang-undang dalam ayat 3 pasal tersebut menyatakan bahwa pemberhentian kepala daerah dapat dilakukan karena tidak lagi memenuhi syarat menjadi kepala daerah , sementara yang menjadi syarat sebagai kepala daerah adalah terdapat dalam Pasal 58 UU tersebut yaitu salah satunya tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Kebohongan publik, pelarangan kurban di sekolah dasar, stetmen tentang miras maupun porstitusi dan beberapa stetmen lainya yang kontrofersial masuk dalam kualifikasi ini tegas Harry. (NN).