SuaraJakarta.co, JAKARTA – Ferry Iswan, Ketua Dewan Kota Jakarta Pusat periode 2013-2018. Ferry begitu panggilan akrab di masa remaja yang gemar berorganisasi.
“Dari kecil saya sudah bergelut di organisasi”, ucap putra yang dibesarkan dari keluarga Betawi asal Gang lontar Paseban, Senen, Jakarta Pusat.
Ferry mengaku organisasi merupakan kegiatan yang digandrunginya sebagai hobi.
Aktif berorganisasi ketika lulus SMA 20, Krekot, Pasar Baru, Sawah Besar, Jakpus pada tahun 1981.
Berkiprah di oraganisi melalui Karang taruna unit RW hingga pengurus Karang Taruna di tingkat DKI jakarta, Sekretaris LBH Kosgoro DKI Jakarta, Ampi, Kosgoro, pemuda pancasila, kahmi, HMI, badan perwakilan mahasiswa, Wakil Ketua MUI Jakpus.
Jabatan yang pernah diduduki Ferry antara lain, ketua LKMD kelurahan Paseban tahun 1990, ketua Panwas kecamatan thn 2004, KPU Kota Jakpus sebagai Komisioner tahun 2008 sampai 2013. Pada bulan Desember 2013 menjabat Ketua Dekot Jakpus sampai sekarang.
Ia dicdidik oleh ayahnya (Alm) H. Bais St Syarif yang bekerja diperusahaan swasta, dan ibunda Ferry bernama Hj. Mirati seorang ibu rumah tangga yang membesarkan 6 bersaudara diantaranya pekerja swasta dan lawyer.
“Cita-cita saya memang ingin menjadi pengacara (Lawyer). Karena perkembangan di lingkungan masyarakat sangat membutuhkan pelayanan hukum”, kata pria kelahiran Jakarta, 24 Agustus 1962.
Menurutnya, profesi pengacara lebih kepada pengabdian dan sulit bagi orang idealis seperti saya menjadi pengacara sebagai profesi.
“Makanya saya beralih profesi politisi yang berbasis kepada pengabdian untuk masyarakat”, ucap suami Ima Bahijah yang saat ini dikaruniai 1 putra.
Memilih Dekot Jakpus, Ferry termotivasi untuk mendorong dan mengerakan partisipasi masyarakat untuk turut serta membangun subyek dari perencanaan dan pengawasan pembangunan.
“Saya diusulkan oleh tokok-tokoh masyarakat maupun RT/RW. Atas dorongan dan dukungan masyarakat saya menjadi dekot perwakilan Kecamatan Senen”, ungkap Ferry.
Tugas dekot diantaranya mensosialisasi kebijakan Pemda DKI, mendorong partisipasi masyarakat dan menyampaikan hak dan kewajiban masyarakat,
“Intinya dekot menempatkan masyarakat sebagai subyek pembangnan bukan obyek pembangunan”, jelas alumni Universitas Jayabaya, jurasan Hukum Tata Negara tahuin 1986 dengan gelar S1.
Ia menambahkan, jabatan adalah orientasi bukan pada posisi tapi kepada fungsi.
“Jabatan itu merupakan amanah dimana kita ditempatkan sejauh mana kita berbuat semaksimal mungkin. Artinya bagaimana kita bisa memainkan peran dimanapun di tempatkan”, papar ketua Dimensi Center, wadah menyiapkan kaderisasi untuk menempatkan posisi strategis diberbagai organisasi di Jakarta secara umum.
“Intinya saya mendorong anak-anak Jakarta agar siap menempati posisi untuk merebut posisi strategis diberbagai organisasi”, ucap jebolan S2 di Universitas Tama Jagakarsa jurasan Hukum Tata Negara tahun 2012. (Van)