Umat manusia tidak mengenal alat tukar apapun selain uang perak dan uang emas, baik dalam bentuk hard currency maupun gold backuped money. Lima mata uang hard currency Aerus Romawi, Solidus Romawi, Numisma atau Bezant dari Bizantium (Romawi Timur), Dinar – Dirham Islam dan Ducat Venesia dipergunakan secara internasional melintas batas peradaban mereka sendiri mulai dari satu abad sebelum Masehi hingga permulaan abad ini.
Jika kita kenal ada uang kertas sekarang, maka itu bentuk baru dari BANK NOTES (dengan backup emas saat pencetakannya) yang kemudian ‘diselewengkan’ serta menjadi alat tukar hampa yang dipaksakan sebagai alat kapitalisme. Sejak tahun 1908, uang fisik berupa emas dan perak sudah dirongrong dan distigma ‘merepotkan’. Lalu sejak 1970, Amerika punya hak mencetak uang sesukanya, dan uang kertas yang kita gunakan sekarang entah bernilai berapa. Bahkan tak punya nilai yang sesungguhnya.
Sebelumnya, tujuh abad SM, uang emas digunakan dengan berbagai standar kandungan di Lydia secara terbatas. Alexander ‘The Great’ (356-323 SM) menyatukan Macedonia dengan mata uang perak tunggal. Julius Caesar mengembalikan mata uang Romawi menjadi uang emas setelah terjadi manipulasi penguasaan rakyat oleh pengusa sebelumnya. Alexander Hamilton (1755-1804) bendahara pertama negeri Amerika memperkenalkan standar emas untuk uang negaranya. Wajah Hamilton bisa dijumpai di uang US$10, sementara George Washington, bapak negara pertama Amerika yang mengangkat Hamilton hanya ‘nampang’ di US$1.
Napoleon menetapkan uang Prancis dengan standar emas, lalu ia jadi kaisar legendaris. Lenin mengendalikan hiperinflasi Rusia dengan standar emas. Juga Mao Tse-tung di Cina. Pada 1949, pemerintahan penguasa Amerika di Jepang menetapkan standar emas untuk negeri jajahanannya. Tiga tahun kemudian, Jepang memutuskan menjadi sekutu abadi negara yang telah membomnya dengan nuklir, Amerika, hingga saat ini.
Sejarawan Islam, Ibn Muhammad Al Maqrizi (1364-1442) mengatakan : “Tidak pernah diperolah suatu berita dari umat manapun yang mengatakan bahwa mereka telah membuat mata uang dari selain emas dan perak, baik pada masa terdahulu maupun pada masa sekarang”. Apa yang dikatakan Maqrizi terbukti bahkan hingga 4 abad setelahnya sebelum Richard Nixon, pada 15 Agustus 1970 menciptakan petaka moneter dunia dengan keluarnya Smithsonian Agreement yang mempersilakan motif barbar Amerika berjalan mulus dengan uang dicetak suka-suka tanpa dikaitkan dengan cadangan emas.
Ketika muncul pertanyaan apakah dunia siap dengan kembalinya mata uang emas, praktek di banyak negara membuktikan satu per satu pembuktiannya. India, Venezuela dan Iran bersedia bertransaksi dengan alat bayar emas untuk komoditas dunia seperti minyak bumi dan cokelat. Di Afrika Selatan dan Malaysia, di Kesultanan Kelantan, Dinar dan Dirham telah jadi medium transaksi sehari-hari. Indonesia masih terus berlatih membiasakan diri.
Banyak negara, melalui bank sentral masing-masing, punya kepentingan untuk menyimpan kekayaan negaranya dalam bentuk emas. Apapun motifnya, baik untuk berjaga-jaga akan kehancuran uang kertas maupun pengendalian harga emas dunia semata, pada September 1999 European Central Bank (ECB) dan 11 bank sentral di Eropa, juga bank sentral Swiss, Inggris dan Swedia menyepakati Washington Agreement untuk tidak menjual 2000 ton emas cadangan mereka dalam 5 tahun. Pada 2004 kesepakatan ini diperbarui dengan 15 bank sentral utama dengan mengikat negara-negara minor lainnya dengan pelarangan penjualan emas lebih besar dalam 5 tahun yaitu 2.500 ton.
Sekali lagi ini menguatkan apa yang dikatakan Imam Al-Gazali yang mengatakan bahwa “Allah telah menciptakan emas dan perak sebagai hakim yang adil, cerminan harga-harga dan penyimpan kekayaan yang hakiki”
Penulis: @endykurniawan – Trainer, coach dan penulis bidang Bisnis, Investasi dan Keuangan. Pendiri dan pemilik Salama Mitra Investa