SuaraJakarta.co, JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam melarang pemerintah untuk menggunakan uang rakyat jika terjadi krisis perbankan. Pasalnya, dalam draf RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK) yang diusulkan pemerintah, mekanisme bail out akan dibebankan kepada masyarakat jika terjadi krisis tersebut. Dengan kata lain, Ecky menilai pemerintah tidak belajar dari pengalaman yang pernah terjadi, baik di tahun 1998 maupun 2008 (Bank Century).
Demikian disampaikan Ecky dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI dengan Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan, serta perwakilan BI, OJK, dan LPS di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/11).
“Semestinya kita belajar dari krisis perbankan 1998 yang membebani negara ratusan triliun dan kasus century 2008 sebesar 6,7 triliun. Logikabail out tidak mencerminkan keadilan untuk publik. Saat bank tersebut sehat, labanya dinikmati oleh para pemilik bank. Sementara, saat bank mengalami masalah, rakyat yang malah disuruh menanggung bebannya. Apalagi, seandainya bank tersebut mengalami masalah karena kesalahan mereka sendiri, baik karena mismanagement maupun fraud. Mereka harus menanggung sendiri kesalahannya,”jelas politisi dari daerah pemilihan Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur ini.
Ecky menginginkan mekanisme yang ideal adalah yang sebaliknya, yaitu Bail In. Di mana penyelesaian krisis di sektor keuangan harus ditanggung oleh para pelaku di industri itu sendiri. Sehingga, seharusnya, saat terjadi krisis, bank tersebut harus diambil alih asetnya, lalu direstrukturisasi agar sehat kembali.
“Juga, harus dilakukan dengan mekanisme yang berjalan di antara mereka sendiri tanpa melibatkan menggunakan uang dari APBN,” ujar legislator sejak tahun 2009 ini.
Ecky berpendapat sebenarnya saat ini perbankan di Indonesia sudah memiliki sistem yang lebih kokoh dalam menghadapi krisis. Dibandingkan tahun 1998, belum ada OJK juga LPS, dan kapasitas BI dalam menjalankan fungsi pengawasan pun dinilai masih lemah.
“Namun pengalaman kekisruhan dalam penanganan Century, memberi pelajaran bahwa keberadaan lembaga-lembaga saja tidak cukup. Mereka membutuhkan payung hukum yang kuat mengenai protokol krisis. Oleh karena itu, PKS tetap berkepentingan untuk mendorong UU JPSK yang bisa memperjelas koordinasi dan peran masing-masing lembaga dalam penanganan krisis,” jelas alumnus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) ini.