SuaraJakarta.co, JAKARTA – Di akhir masa kepemimpinannya, Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat mengeluarkan pernyataan kontroversial.
Pernyataan itu berkaitan dengan revisi UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Provinsi DKI Jakarta yang berkaitan dengan pilkada yang menggunakan sistem pemilihan langsung 50+1.
Menurut mantan Walikota Blitar itu, sistem pilkada langsung di DKI telah membuat gaduh.
“Sekarang pemilihan 50+1, ini bikin gaduh. Kalau calonnya dua pasang bisa sekali putaran, tapi coba bayangkan, bisa tidak di Jakarta calonnya dua? Pasti lebih dari dua,” ujar Djarot di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Rabu (20/9/2017).
Menanggapi itu, warganet menanggapi negatif soal usulan Djarot tersebut. Menurut mereka, sistem itu akan mengembalikan Indonesia ke rezim otoriter.
“pak jarot ! lama kelamaan presiden pun bakal diusulkan di pilih mpr yg akhir nya indonesia kembali ke rezim otoriter .harus nya bapak memiliki visi kedepan jangan kembali lagi zaman yg lampau ,” tulis akun Suyento Wong pada Rabu (20/9) sebagaimana dikutip dari komentar pemberitaan di Kompas.
Yang lain, juga mengkritik usulan tersebut. Menurut anton kurniawan, usulan ini tak lepas dari hasrat Djarot untuk menjabat kembali baik sebagai Gubernur atau Wakil Gubernur.
“pak djarot jadi wakil gubernur sampai gubernur tanpa proses pilkada enak ya pak??? masih pingin jd gubenur atw wakilnya pak?”
Reaksi ini pun mengundang kecaman dari pihak legislatif. Menurut mereka, selama ini sistem pemilihan langsung di DKI Jakarta tidak ada masalah.
“Selama ini tidak ada masalah. Apa masalahnya? Kecuali ada masalah, tapi selama ini tidak ada masalah. Saya kira Pak Djarot konsisten saja, dan ini jalan yang terbaik bahwa masyarakat memilih pemimpinnya secara langsung,” jelas Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PAN Yandri Susanto, Kamis (21/9). (RDB)