SuaraJakarta.co, JAKARTA – Asean Young Leaders Forum (AYLF) Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia turut serta merespon krisis yang terjadi di Timur Tengah akhir-akhir ini. AYLF Indonesia yang terdiri dari organisasi kepemudaan seperti KAMMI, FLSDK Indonesia, Pemuda PUI dan Al-Irsyad menyelenggarakan Diskusi Kepemudaan Nasional dengan tema Krisis Qatar: Masa Depan Timur Tengah dan Transformasi Peta Geopolitik Global. Diskusi yang digelar pada Selasa (13/6) yang bertempat di Auditorium MA Al-Islamiyah PUI Jakarta Selatan ini mendatangkan dua pembicara nasional. Kedua pembicara tersebut adalah Dr. Yon Machmudi, Ph.D selaku Pengamat Politik Timur Tengah UI, Alumnus Australian National University serta Haryo Setyoko, M.PA sebagai Pengamat Politik Internasional, Alumnus Lee Kuan Yew School of Public Policy NUS.
Diskusi berjalan dengan hangat dan menarik. Dimoderatori oleh Rangga Kusumo selaku Ketua Bidang Politik AYLF Indonesia, jua merupakan perwakilan dari FSLDK Indonesia, terlebihi dahulu Dr. Yon Machmudi menyampaikan pemaparannya. Dr Yon menilai bahwa Qatar merupakan negara kecil yang memiliki kekuatan dari segi sumber daya alam, khususnya gas sehingga menarik perhatian. Qatar memiliki model politik yang lebih terbuka, berbeda dengan negara Teluk lainnya yang cenderung tertutup. Hal tersebut yang membuat Qatar bersedia menampung suara dan memiliki kedekatan dengan beberapa kelompok oposisi seperti Ikhwanul Muslimin dan Hamas. Hal tersebutlah yang tidak disukai oleh beberapa negara Teluk, khsusnya Arab Saudi dan Mesir.
“Di Timur Tengah, Arab Saudi itu bisa diibaratkan “Harimau”, sedangkan Qatar ini “kupu-kupu cantik” yang menarik perhatian dan sulit untuk ditangkap”, ujar Dr. Yon saat memberikan analogi posisi Arab Saudi dan Qatar.
Sementara dalam kesempatan kedua, Pak Haryo Setyoko, M.PA menambahkan analisis dari Dr. Yon bahwa pemutusan hubungan diplomatik negara Teluk dengan Qatar tidak hanya bisa dinilai dari permukaan saja. Terdapat tiga labirin/level konflik yang mejadi pra kondisi munculnya krisis ini. Pertama, stigma terorisme mulai dimunculkan kembali dengan serangkaian pristiwa teror di berbagai tempat seperti Manchester, Kampung Melayu, Marawi, London dan lainnya. Qatar sebagai negara yang dianggap menampung dan punya kedekatan dengan kelompok yang dituduh terorisme akhirnya menjadi “kambing hitam” yang disalahkan. Kedua, kompetisi harga minyak yang semakin menurun. Arab Saudi, Oman, Bahrain sebagai prosuden minyak terbesar mulai terancam pendapatannya akibat harga minyak US Dollar per barel semakin menurun. Di sisi lain, Qatar memiliki sumber daya gas yang tidak dimiliki negara Teluk lainnya, memiliki potensi untuk mendekat ke Iran dan Rusia yang juga memiliki sumber daya gas. Ketiga, nilai tukar US Dollar akan terancam, jika Qatar memang benar-benar mampu mengembangkan produksi gas dengan Iran dan Rusia, karena transaksi yang digunakan tidak akan memilih dollar lagi.
“Kepentingan Amerika Serikat dalam krisis Qatar ini pasti besar, karena berkaitan dengan kepentingan ekonomi, yaitu US Dollar yang terancam”, ungkap Pak Haryo saat menyampaikan materinya.
Acara Diskusi Kepemudaan Nasional ini ditutup dengan buka puasa bersama. Hadir juga perwakilan pemuda dari berbagai elemen, seperti Yogi Agus Salim dari Pemuda PUI (Sekjend AYLF Indonesia). Presiden AYLF Indonesia yang juga merupakan Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PP KAMMI, Adhe Nuansa Wibisono dalam sambutannya mengatakan bahwa diskusi seperti ini akan dilaksanakan lagi kedepannya sebagai bentuk konkret keterlibatan pemuda Indonesia dalam isu global, khususnya yang menyangkut perdamaian dunia.
“Melalui platform AYLF ini, diharapkan pemuda Indonesia dapat berpartisipasi aktif dalam kampanye perdamaian global. Salah satunya adalah himbauan kepada negara-negara Teluk agar dapat menyelesaikan polemik Qatar ini dengan damai dan diplomatic”, tegas Adhe Nuansa Wibison sebagai Presiden AYLF Indonesia.