Biarkan Air Itu Mengalir

Berkenaan dengan hal ini simaklah apa yang dikatakan oleh Sayyid Qutub dalam salah satu bukunya:
“Yang demikian ini karena, hakikat iman tidak akan sempurna dalam hati, melainkan setelah:

  1. Bermujahadah dalam menghadapi orang banyak dalam urusan iman ini;
    Mujahadah dengan hati; bentuknya membenci kebatilan mereka, jahiliyyah mereka dan bertekad memindahkan mereka dari kebatilan dan jahiliyyah itu kepada kebenaran dan Islam.
    Mujahadah dengan lisan; bentuknya Tabligh.dan bayan (penerangan). Menolak kebatilan mereka yang merupakan kepalsuan itu. Menegaskan kebenaran yang dibawa Islam.
    Dan mujahadah dengan tangan atau pisik; bentuknya menolak dan menyingkirkan mereka-mereka yang melakukan penghadangan terhadap jalan hidayah dengan mempergunakan kekuatan yang melampaui batas dan penghancuran yang curang.
  2. Merasakan melalui mujahadah-nya itu ; Ujian (ibtila’ atau tribulasi) dan rasa sakit. Bersabar atas ibtila’ dan rasa sakit itu. Bersabar atas kekalahan. Dan bersabar atas kemenangan, karena, bersabar atas kemenangan lebih berat (sulit) dari pada bersabar atas kekalahan.
  3. Tetap Tsabat (tegar) dan tidak ragu-ragu, istiqamah dan tidak menolah-noleh dan terus maju meniti jalan iman dengan terus menanjak dan tidak tersesat”.

Selanjutnya Sayyid Qutub mengatakan, “Dan hakikat iman tidak sempurna dalam hati sehingga menghadapkannya untuk mujahadah menghadapi orang banyak dalam urusan iman ini, sebab, saat ia mujahadah menghadapi orang banyak itu, ia sendiri bermujahadah melawan dirinya sendiri. Dan akan terbuka baginya wawasan dan pemandangan keimanan yang belum pernah terbuka baginya selamanya bila ia hanya duduk (diam) dengan aman dan tenang. Akan jelas baginya hakekat-hakekat tentang manusia dan kehidupan yang belum pernah manjadi jelas baginya selamanya tanpa adanya wasilah (sarana) ini. Dan ia sendiri -dengan jiwanya, segala perasaannya, persepsi-persepsinya, kebiasaannya, tabiatnya, emosinya dan responnya- akan sampai pada sesuatu yang tidak mungkin sampai kepadanya tanpa pengalaman berat dan sulit ini”.

Lebih lanjut Sayyid Qutub mengatakan, “Inilah sebagian dari yang diisyaratkan firman swt:
Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebagaian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. (QS Al Baqarah: 251).

Dan kerusakan yang pertama kali terjadi adalah kerusakan jiwa manusia (nafsul insan), kerusakan yang terjadi karena rukud (diam, tidak bergerak, atau istilahnya berharakah, tidak mengalir), rukud yang menyebabkan:

  • Ruhnya membusuk akibat adanya stagnasi.
  • Himmah (semangat)-nya istirkha’ (mengendor, lembek, loyo, tidak kenceng).
  • Nafs (jiwa)-nya rusak dikarenakan adanya rakha’ (bergelimangnya harta dunia) dan tharawah (tidak teruji dan terlatihnya jiwa itu dengan hal-hal yang berat).
  • Yang pada akhirnya seluruh kehidupanpun menjadi rusak gara-gara rukud tadi. Atau karena hanya bergerak pada bidang syahwat saja, sebagaimana yang terjadi pada bangsa-bangsa yang mendapatkan cobaan dalam bentuk kemewahan hidup”.


Penulis: Husni Mutaqin

Related Articles

Latest Articles