SuaraJakarta.co, JAKARTA – Salah satu kendala terbesar perusahaan, atau organisasi non-profit yang hendak go digital adalah dukungan manajemen puncak. Gap lebar terjadi antara young employees yang lincah dan dinamis dengan ‘rezim’ yang cenderung hati-hati dan bijaksana. Antara inisiatif dan keinginan untuk kolaboratif dengan kehendak ‘sesepuh’ yang hirarkis dan direktif.
Sebelum coba-coba mendigitalkan aktivitas perusahaan di aspek apapun, terutama dalam hal komersial (marketing, public relations dan customer care), digitalkan dulu mindset setiap member dalam organisasi. Semua tentu diawali dari pimpinan puncak.
Contoh digitalisasi mindset yang harus dibangun adalah menyadari sepenuhnya prinsip 3 R saat menjalankan inisiatif digital marketing, yaitu :
- Real Time, yakni kesekarangan, prompt response. Kata kunci dalam prinsip ini adalah kecepatan. Momen tak bisa dibeli. Ketika meluncurkan produk, harus cepat. Ketika mengangkat isu relevan, harus cepat. Ketika merespon publik atau pasar, harus cepat. Jika harus cepat, maka perlu 2 hal : petugas atau tim yang sit in (bukan part-timer) dan proses pengambilan keputusan yang pendek.
- Release, yaitu ketika program komunikasi apapun sudah meluncur keluar, konten sudah dibagikan dalam berbagai format terutama digital, maka ownership terhadap konten itu telah berpindah ke tangan (gadget) publik. Di jaman internet, hampir mustahil organisasi menarik ucapan. Jika yang dikeluarkan adalah konten baik, kreatif dan jadi viral, maka publik akan sangat suka dan menyebarluaskannya dengan sukarela.
- Retain. Banyak yang mengira smartphone dan media sosial telah mengambil alih peran customer care sebagai agen penanganan keluhan pelanggan, padahal tidak. Menjaga hubungan dengan pelanggan makin penting memanfaatkan semua kanal saat ini. Tidak ada lagi tempat untuk perusahaan sembunyi. Jika organisasi siap, ini menjadi sebuah nilai tambah. Yang dibutuhkan di aspek ini adalah kemampuan mendengar dan kemauan membangun percakapan. Ironi, dua hal itulah yang justru paling sering lalaik dilakukan.
Kita tidak menginginkan para senior dan level puncak di perusahaan untuk lincah nge-tweet, merespon mention pihak luar yang complain, posting aktivitas di media sosial, melototin digital media monitoring yang menampilkan dashboard rumit, atau paham tren dunia digital yang sedang berkembang.
Yang kita butuhkan dari pimpinan puncak adalah mempersilakan inisiatif marketing berkembang, kreatifitas mengalir dan mendukung tim digital dalam berbagai bentuknya : perhatian, kebebasan dimbangi kontrol, menjadikan aktivitas digital sebagai target dan tanggung jawab semua pihak, serta tentu saja dukungan anggaran.
Penulis: @endykurniawan – Trainer, coach dan penulis bidang Bisnis, Investasi dan Keuangan. Pendiri dan pemilik Salama Mitra Investa (@salma_dinar)