SuaraJakarta.co, KOPI SUSU – Semua media cetak hari berbicara tentang ekonomi. khususnya hancurnya rupiah dan akibatnya, kecuali Rakyat Merdeka. Rakyat Merdeka menuliskan tentang rapat kabinet yang membahas harga beras. Presiden dikatakan menyampaikan harga beras dari hasil blusukannya ke pasar pasca operasi pasar. Presiden mengeluh karena tak ada satupun menterinya yang melaporkan harga beras terbaru pasca operasi pasar. RM menulisnya dengan judul “Kok, Presiden yang Laporkan Ke Menteri”.
Republika menuliskan tentang usaha pemerintah menggulirkan paket stabilisasi. Bentuknya adalah keringanan pajak, pembebasan visa untuk menarik wisatawan, pengenaan bea masuk anti dumping dan peningkatan komponen bahan bakar nabati. Lainnya adalah mendorong BUMN membentuk reasuransi, mendorong transaksi rupiah di dalam negeri, dan mengejar pajak perusahaan pelayaran asing. Republika menulisnya dengan judul “Paket Stabilisasi Tak Jamin Rupiah”.
“Importir Kena Dampak Rupiah” judul koran Kompas hari ini. Kebutuhan Pertamina akan dollar merupakan yagn tertinggi di dalam negeri. 60-80 juta dolar per hari. Meski demikian tidak sebesar ketika harga minyak masih diatas 100 dolar. Biaya ekspor juga turut membengkak akibat merosotnya rupiah. Beberapa importir menunda pembayaran dengan harapan rupiah akan kembali menguat.
Media Indonesia menulis krisis rupiah dari sudut pandang pemerintah. Dengan memilih judul “Pemerintah Jaga Defisit Transaksi”. Pemerintah adakan rapat terbatas di hari libur khusus membahas rupiah. Menkeu mengatakan rapat tidak bicara rupiah menguat atau tidak. Namun mendorong transaksi berjalan. Akan terbit empat aturan terkait insentif pajak, bebas visa, antidumping dan komposisi biofuel.
Terkait paket kebijakan ekonomi yang disampaikan pemerintah, Koran Sindo menuliskan dengan nada pesimis. “Paket Kebijakan Ekonomi Tak Cukup”. Kebijakan pemerintah dinilai sebagai langkah jangka menengah dan panjang. Sedangkan usaha meredam depresiasi rupiah harus dilakukan cepat. Pelemahan mata uang dapat berakibat positif bagi kinerja ekspor. Namun disisi lain berakibat buruk bagi perekonomian yang memiliki eksposur impor tinggi dan utang dalam mata uang asing yang besar. Beberapa pengamat memprediksi tren pelemahan rupiah masih akan terus berlanjut sampai The Fed umumkan secara pasti kenaikan suku bunga pasca berakhir kebijakan quantitaive easing III.
Terakhir dari Indopos yang memperingatkan BBM bisa naik lagi akibat rupiah yang terus anjlok. “Rupiah Anjlok, BBM Bisa Naik Lagi”. Pertamina telah menaikan harga pertamax Rp 350 dan mengaku telah merugi dengan harga premium saat ini. Rencana kenaikan diprotes oleh sekjen Organda karena dinilai waktunya tidak tepat. Pemerintah diminta menggandeng para pelaku usaha untuk meredam dampak pelemahan rupiah. Penguatan perekonomian nasional perlu digalang untuk kepentingan jangka panjang.
Demikian. Semoga bermanfaat.
Penulis: Muhammad Hilal, @moehiel