Mengenang Hari Olahraga Nasional “HaOrNas”

SuaraJakarta.co – Indonesia adalah negara yang memperingati hari olahraga nasional pada tanggal 9 September. Sebenarnya tanggal tersebut tidak serta-merta ada tetapi awalnya merupakan tanggal dimana Pekan Olahraga Nasional (PON) diadakan untuk pertama kalinya di Indonesia yaitu tanggal 9 September 1981.

Pada pelaksanaan PON tersebut terdapat beberapa cabang olahraga yang hendak merebutkan mendali emas. Cabang olahraga yang cukup bergengsi dan paling digemari oleh masyarakat Indonesia adalah cabang Bulu Tangkis, yang tidak dapat dipungkiri lagi bahwa cabang tersebut telah menjadi sebagian jiwa dan identitas dari negara Indonesia.

Tepat hari ini kita akan memperingati hari olahraga nasional, namun agaknya perlu dilakukan evaluasi terhadap perjalanan panjang kegiatan olahraga di Indonesia dan khusunya di cabang olahraga Bulu Tangkis. Kondisi saat ini bisa dikatakan “jalan di tempat/ bahkan mengalami kemerosotan” yang sangat signifikan. Hal tersebut bisa karena atlet yang kurang berpotensi atau bahkan pelatih yang kurang berpotensi sehingga menyebabkan Bulu Tangkis di Indonesia seakan tergeser oleh negara-negara lain. Padahal di Era 1970’an- 1980’an Negara Indonesia adalah negara yang memegang kekuasaan di cabang olahraga ini.

Pemerintah semestinya melakukan evaluasi terhadap sistem yang ada sehingga olahraga Bulu Tangkis dapat jaya dan mengharumkan nama negara kita tercinta ini. Dapat kita lihat beberapa event di tahun 2015 ini belum banyak mendali emas yang dapat diperoleh oleh atlet bulu tangkis. Pada Sudirman Cup 2015 (10-17 Mei) di Dongguan China, pertarungan 36 negara beberapa bulan lalu menghasilkan China sebagai unggulan sedangkan Indonesia sendiri menjadi semi finalis dan berhak atas mendali perunggu di ajang yang sangat prestige untuk team campuran di cabang olahraga bulutangkis ini.

Lalu pada Australia Open Super Series 2015 (26-31 Mei) di Sydney, pada sektor tunggal putri dan putri indonesia tidak menurunkan wakilnya di ajang ini. Dan untuk ketiga sektor lain tidak ada yang masuk babak final, bahkan harus pulang pada babak awal karena kurangnya persiapan yang matang. Selanjutnya ada ajang Indonesia Open SS Premier 2015 (2-7 Juni) di DKI Jakarta, kali ini Indonesia sama sekali tidak memperoleh gelar, hanya pada sektor ganda putri menjadi runner up 2015 atas nama Nitya K Maheswari/Greysia Polii.

Selanjutnya SEA GAMES 2015 (10-17 Juni) di Singapore, pada ajang ini Indonesia mendapatkan satu mendali emas di sektor ganda putra atas nama A Ricky K Suwardi/Angga Pratama dan satu mendali emas lagi di sektor ganda campuran atas nama A Praveen Jordan/ Debby Susanto. Dan baru bulan lalu pada ajang World Championship 2015 (10-16 Agustus) di DKI Jakarta, wakil dari Indonesia memperoleh satu gelar dan mendali emas pada sektor ganda putra atas nama M Ahsan/ Hendra Setiawan mengalahkan pasangan dari Tiongkok.

Dari hasil pertengahan tahun ini saja belum banyak mendali emas yang dipeloreh Indonesia, hal itu karena kurangnya keseriusan pemerintah dalam usaha mendukung atlet dan pelatih untuk meningkatkan prestasi pada olahraga Bulu Tangkis. Seharusnya pemerintah Indonesia memberikan penghargaan kepada atlet dan pelatih atas kerja mereka, jika mereka menyumbangakan emas maka harus ada jaminan kehidupan dari pemerintah sehingga untuk atlet dan pelatih akan memberikan kontribusi penuh pada pekerjaannya.

Jika ada feedback positif dari Pemerintahan maka mantan atlet Indonesia yang pernah menjayakan nama Indonesia tidak perlu bekerja di luar negeri untuk menafkahi keluarganya, sehingga tidak akan ada cap buruk mengenai pertanyaan “nasionalisme”. Hidup itu tidak makan dengan nasionalisme, namun hidup itu butuh perjuangan dan kerja keras. Seperti mantan atlet Indonesia yang menjadi pelatih diluar negeri adalah sebuah perjuangan. Ada Hendrawan dan Paulus Firman pelatih Malaysia, Atik Djauhari pelatih India, Ardi Wiranata pelatih Canada, Minarti Timur pelatih Filipina, Dharma Gunawi pelatih Austria, Reony Mainaky pelatih Jepang, Jeffer Rosobin pelatih Singapura, Tony Gunawan pelatih Amerika Serikat dan masih banyak lagi.

Lalu sekarang tinggal bagaimana kita melihat hari olahraga nasional dari kaca mata positif, akan adakah gebrakan dari pemerintah untuk dapat mengembalikan kejayaan Bulu Tangkis seperti Era 1970’an- 1980’an.

Penulis: Syarifatul Laili, Mahasiswa Universitas Jember

Related Articles

Latest Articles