SuaraJakarta.co – Peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus tahun ini merupakan berkah bagi para tahanan atau narapidana. Pada hari itu sebagian besar penghuni lembaga pemasyarakatan mendapatkan grasi, remisi atau pembebasan bersyarat dari Bapak Presiden. Termasuk para koruptor yang telah mencuri atau dengan sengaja mengambil uang yang bukan miliknya. Apakah mereka memang sepantasnya mendapatkan keringanan tersebut?
Menurut hukum, grasi, remisi atau pembebasan bersyarat dapat diberikan kepada narapidana yang berkelakuan baik selama di lapas dan telah menjalani hukuman minimal enam bulan. Keringanan ini juga diberikan dengan alasan hak asasi ataupun rasa kasihan. Menurut Abu Rizal Bakrie yang dimuat suara karya online, wajar mereka mendapatkan keringanan itu asal mereka memang berkelakuan baik. Ia menambahkan, setiap orang berkemungkinan untuk melakukan kesalahan, termasuk para koruptor. Namun, di lapas mereka dapat taubat dan menyesali perbuatannya. Ia juga mengatakan bahwa orang yang berbuat salah berhak mendapat ampunan.
Namun, di sisi lain, pemberian keringanan hukuman bagi para koruptor merupakan hal yang sangat sulit dibenarkan. Mengapa? Keringanan yang diberikan itu tidak dapat membuat efek jera bagi para koruptor. Selain itu, para koruptor itu akan dengan seenaknya dan tidak takut mengulangi perbuatannya, karena mereka tahu bahwa mereka tidak akan mendapat hukuman berat.
Pemberian keringanan hukuman bagi para koruptor juga memudarkan semangat pemberantasan korupsi. Sehingga akan berdampak pada proses pemberantasan yang lamban. Karena para pemberantas korupsi merasa bahwa pekerjaan mereka sia-sia. Karena, saat koruptor tertangkap dan dihukum, mereka dengan mudah mendapatkan keringanan hukuman, hanya dengan berkelakuan baik selama di lapas.
Pemberian keringanan hukuman pada koruptor juga akan merusak rasa keadilan bagi masyarakat. Betapa banyak rakyat kecil yang melakukan kesalahan kecil namun harus mendekam di penjara, sedangkan para koruptor dengan kesalahan besar yang dapat merugikan masyarakat luas dengan mudah akan mendapat keringanan hukuman.
Keringanan yang diberikan juga membuat warga menderita. Pasalnya, dengan keringanan yang diberikan, para koruptor tidak akan segan-segan mengulangi perbuatannya. Bahkan, mereka yang tidak pernah melakukan korupsi sekarang menjadi terpancing untuk ikut melakukan tindak korupsi karena mereka tahu, mereka tidak akan mendapat hukuman yang berat atau dengan mudah mendapakan keringanan. Dengan adanya korupsi, betapa banyak uang rakyat yang hilang, yang tidak dapat dinikmati oleh rakyat.
Kedepannya, diharapkan para pemberi keringanan dapat lebih cermat dalam memberikan keringanan, apalagi bagi para koruptor. Seharusnya pemerintah lebih menyayangi warganya dengan sungguh-sungguh memberantas korupsi.
Penulis: Muaz Almunziri, Mahasiswa Teknik Geofisika Institut Teknologi Bandung