SuaraJakarta.co, JAKARTA – Pesta demokrasi telah usai. Pelantikan presiden baru Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang berlangsung Senin (20/10/14) di gedung nusantara DPR/MPR Jakarta juga baru saja selesai. Arak-arakan dan pesta rakyat ikut memeriahkan pelantikan Jokowi-JK sebagai pemimpin bangsa selama lima tahun mendatang.
Jokowi sadar, setelah ini beliau dan Jusuf Kalla harus bekerja ekstra keras untuk memenuhi janjinya. Kesadaran itu diungkapkan dalam pidato perdananya di MPR, “kerja,kerja,kerja”.
Lima tantangan harus dihadapi Jokowi – Jusuf Kalla saat mereka memimpin negara selama 2014-1019 mendatang. Kelima tantangan tersebut ditulis oleh majalah TIME, berikut rangkumannya versi SuaraJakarta.co, Senin (20/10/2014).
Kebuntuan politik. Kursi pimpinan DPR dan MPR yang dikuasai Koalisi Merah Putih(KMP), mencuatkan banyak argument bahwa kekuasaan parlemen ada dalam kendali partai yang mendukung Prabowo-Hatta. Jalan Jokowi untuk memuluskan kebijakannya dinilai sulit. Belum lagi, kursi parlemen kubu Koalisi Merah Putih (307) juga lebih banyak ketimbang Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
Sektor ekonomi juga menjadi tantangan tersendiri untuk Jokowi-JK. Pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil, dan sulit mencapai angka 5-6% akan mengganjal Jokowi yang mematok angka 7% sebagai target pertumbuhan ekonomi di 2018.
Pemberantasan korupsi, pengurangan subsidi BBM, dan mempertegas hukum di sektor pajak menjadi langkah beliau guna mencapai target yang telah ia tetapkan.
“Dengan menunjukkan bahwa kami berubah, bahwa kami bisa mengikuti aturan, kita akan menciptakan sebuah tempat di mana investor ingin datang,” kata Jokowi pada TIME yang dikutip Liputan6.com, Senin (20/10).
Tantangan selanjutnya datang dari sisi agama. Tindakan ekstrimisme agama yang kerap terjadi, menambah pekerjaan yang harus ditangani oleh pemimpin baru kita, Jokowi-JK. Kasus dua kali bom Bali, terorisme di hotel JW Marriot, dan isu masuknya pasukan ISIS ke wilayah Indonesia menjadi hal yang harus diwaspadai.
Korupsi yang mewabah di kalangan birokrasi juga jadi pekerjaan rumah utama untuk Presiden yang diusung PDIP itu. Transparasi yang beliau lakukan saat memimpin Solo dan Jakarta diharapkan bisa dipraktikan diseluruh elemen birokrasi yang ada di nusantara.
Aksi frontal yang mengaitkan Front Pembela Islam (FPI) saat melakukan demo penolakan Ahok untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta beberapa waktu lalu, menjadikan masalah etnis di Indonesia kembali mencuat. Hal ini juga menjadi tugas berat yang harus diselesaikan guna menghormati sesama tanpa memandang unsur SARA. Begitulah secuil harapan dari kelompok hak asasi manusia kepada Jokowi. (IKN)