SuaraJakarta.co – Buku “Menolak Diam”, Mengupas Luar Dalam Fahri Hamzah. Menolak Diam, Meneropong Sisi Romantisme dibalik Kontroversi Fahri Hamzah.
Sosok Fahri Hamzah yang dikenal kontroversial memang sering disalahpahami. Suara kerasnya tentang kasus Bank Century, Papa Minta Saham dan e-KTP yang melilit mantan koleganya di pimpinan DPR RI Setya Novanto seringkali membuat publik mengernyitkan dahi. Belum lagi opini melawan arus yang Fahri ciptakan soal Pansus Angket KPK, suaranya yang galak terhadap kinerja pemerintahan Jokowi bahkan perlawanan terhadap partainya sendiri, PKS.
Fahri Hamzah banyak orang sebut ‘rain maker’. Dalam bahasa komunikasi media ia dijuluki key opinion leader untuk tema-tema politik nasional. Percakapan publik dan media bisa Fahri Hamzah seret masuk dalam perspektif yang ia bangun. Fahri menggunakan kekuatan narasinya melalui media, media sosial, ‘power’nya selaku pimpinan DPR dan tatap muka dengan masyarakat dalam dialog dan ceramah kebangsaan dan juga yang terbaru, nongkrong bareng dalam acara ‘Ngopi Bareng Fahri’.
Buku setebal 253 halaman bersampul warna merah menyala karya Ade Wiharso memuat delapan bagian, berdasarkan garis waktu. Bagian awal menceritakan masa kecilnya yang bandel, khas anak kampung, di Desa Utan, Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Bagian yang agak ‘pribadi’ dan jarang publik ketahui tentang masa kuliahnya – termasuk kisah asmaranya dengan ‘sang dokter’ – dibahas di bagian 2. Liku kehidupan politiknya sejak mendirikan organisasi pemuda Islam bernama KAMMI di Malang saat awal masa reformasi, ikut sebagai pendiri Partai Keadilan (cikal bakal PKS), dan kiprahnya di perpolitikan nasional menjadi bagian paling menarik dari buku ini. Yang paling penting bagi pembaca, buku ini mengangkat elemen psikologis, filosofis dan ideologis dari seorang Fahri Hamzah dibalik setiap pernyataan dan sikap politiknya. Termasuk di bagian akhir, Mengapa Fahri Hamzah melawan dengan gigih partainya sendiri ketika dirinya dipecat, dan kemudian menang?
“Fahri Hamzah adalah tokoh muda yang punya banyak gagasan dan konsep tentang Indonesia. Pemikirannya jauh ke depan, melewati jamannya. Tak heran berbagai gagasannya terkadang kontroversial, karena mungkin masih banyak orang yang tak memahaminya,” kata Ade Wiharso, sang penulis, ketika ditanya dorongannya menulis tentang Fahri. Dalam proses menulis yang memakan waktu sekitar 4 bulan, Ade mengaku menemukan banyak ruang yang belum banyak diketahui orang tentang sosok FH (Fahri Hamzah). “Seperti karakternya yang suka becanda, terbuka, pembelajar, dan juga ada sisi-sisi romantisnya karena dia penyuka puisi juga,” lanjut Ade.
Dalam waktu hampir bersamaan, Fahri Hamzah juga menerbitkan buku karyanya sendiri berjudul Mengapa Indonesia Belum Sejahtera. Buku yang Fahri sebut sebagai ‘warisan sebagai Wakil Ketua DPR dan sebuah ikhtiar untuk merekonstruksi makna & indikator kesejahteraan Indonesia’ – buku pertama dari trilogi buku tentang kesejahteraan rakyat yang ia persiapkan. Mulai pekan pertama Agustus 2018, buku Menolak Diam sudah bisa penggemar baca dapatkan di jaringan toko buku nasional. [**]