Sidang Ahok, Jaringan ’98: Ahok Megalomania Narsis Alay Lebay!

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Jaringan ’98 ” menilai eksepsi Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam sidang pidana kasus penistaan agama Islam sangat berlebihan. Diibaratkan oleh juru bicara Jaringan ’98, Ricky Tamba, Ahok seperti megalomania narsis alay lebay.

“Ahok megalomania narsis alay lebay,” ujar Ricky kepada media, Selasa (13/12/2016).

Dalam pembacaan eksepsi atau nota keberatan, Ahok menyatakan hukum tak adil dengan begitu cepatnya proses pidana dirinya karena aparat penegak hukum di bawah tekanan publik. Selan itu, Ahok juga menuduh adanya politisi busuk yang menggunakan berbagai cara memecah belah rakyat agar tidak memilihnya dalam Pilgub 2017 mendatang.

“Yang memecah belah rakyat itu Ahok, kasus Al Maidah 51 muncul karena hatinya yang kasar dan mulutnya yang suka menghina rakyat,” tutur Ricky.

Ricky menyarankan, kalau ada politisi busuk bermain, sebut nama dan tunjuk hidung langsung. Jangan menuduh tapi tak bisa buktikan seakan-akan ada korelasi antara gerakan jutaan umat Islam dan rakyat yang resah marah atas penistaan agama dengan rekayasa elite yang berkepentingan dengan Pilgub Jakarta.

“Ini namanya fitnah provokasi memperkeruh suasana,” ujar Ricky Tamba kepada media.

Terkait klaim keberhasilan pembangunan Jakarta, Jaringan ’98 menilai tak selayaknya seorang pemimpin merasa bisa bekerja sendiri dalam berbagai program seakan karena kehebatan Ahok semata.

“Padahal, pembangunan Jakarta bukan dari kantong Ahok. Tapi dibiayai APBD dan APBN triliunan rupiah. Ahok tinggal melanjutkan masterplan cetak biru Jakarta sejak Gubernur Ali Sadikin hingga Gubernur Joko Widodo, dengan dibantu ribuan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tiap hari berhadapan langsung melayani masyarakat luas”, tambah Ricky.

Menurut Ricky, pemimpin seharusnya bekerja tanpa pamrih dan tulus ikhlas demi rakyat, bukannya terus menuduh memprovokasi.

Selan itu, Ahok dinilai kolonialis, karena suka menggusur rakyat miskin dan para pedagang kaki lima tanpa memberikan solusi komprehensif atas kehidupan yang semakin sulit.

Ricky mengungkapkan sebuah fakta angka indikator yang terjadi ketimpangan sosial atau gini rasio di Jakarta. Angkanya meningkat hingga mendekati 0,5 yang berarti kerawanan sosial makin tinggi.

“Ini tandanya pembangunan Jakarta tak berhasil!” kecam Ricky.

Jaringan ’98 berharap Majelis Hakim PN Jakarta Utara bersikap berani, tegas, adil dan bijaksana dengan menjatuhkan hukuman penjara atas kasus penistaan agama Islam.

Segera memerintahkan penahanan Ahok. Agar menjadi preseden hukum positif bagi seluruh pemimpin agar bertindak dan berucap santun menghadapi rakyatnya.

Bila rasa keadilan rakyat terpenuhi, situasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) kembali aman, damai dan kondusif sehingga pembangunan yang sedang dijalankan Presiden Joko Widodo akan semakin lancar dan maksimal.

Selain itu, Jaringan ’98 juga merasa prihatin atas sikap dan pernyataan terdakwa yang juga calon gubernur DKI Jakarta itu dalam persidangan perdananya. (JML)

Related Articles

Latest Articles