SuaraJakarta.co, JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta punya Kuasa. Dugaan korupsi yang dilakukan oknum Pemprov DKI sudah menjadi buah bibir di media. Tapi penegak hukum tak lagi berdaya. KPK, Jaksa dan Polisi bagai macan kehilangan slera makan.
Yusril Ihza Mahendra mulai angkat bicara. Mengadu opini di media. Ia bagai punggawa yang tak takut pada raksasa penguasa Jakarta.
Yusril mulai merasa geram. Pandangannya melihat bahwa sistem hukum mulai muram. Keadilan yang dipermainkan. Rakyat kecil yang menjadi korban.
Siapa dalang di belakang oknum Pemprov DKI Jakarta yang menjadi super power pelemah KPK, Jaksa dan Polisi?
Yusril mulai menduga. Ada rekayasa taktik buta politik di Pemerintahan Jakarta.
Yusril tahu kinerja KPK, Jaksa, dan Polisi sangat lambat. Dari hal itu Yusril menyirat. Mengapa KPK, Jaksa dan Polisi lambat tangani dugaan korupsi jual beli lahan di Jakarta Barat ?
“Padahal dari kronologi peristiwa, tindak pidana korupsi dalam kasus jual beli tanah di cengkareng seharga 638 M ini sangat jelas dan terang benderang. Pemda DKI dan oknum2nya jelas tdk menerapkan prinsip kehati2an dlm transaksi ini, apalagi mereka mengetahui bhw ada perkara sengketa kepemilikan lahan tsb di pengadilan antara pemda dki dengan pihak ketiga,” tulisnya dalam lama media sosial facebook milik Yusril Ihza Mahendra, Senin (4/7/2016)
Menurut Yusril, keterlambatan aparat bertindak menyebabkan oknum Pemprov yg diduga pelaku akan leluasa kabur dan potensial menghilangkan alat bukti.
“Seperti sekarang dilakukan oleh salah seorang dari mereka, Rudy, yang kini telah kabur ke Australia,” ujar Yusril.
Yang tersirat, kata Yusril, terlihat kesan kuat di mata publik bahwa aparat penegak hukum seperti KPK, polisi dan jaksa selalu lambat, lalai dan cari-cari alasan menghindar untuk menindak adanya dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan oknum-oknum Pemerintah DKI Jakarta.
“Bahwa di antara para pelaku ada yg sdh mengembalikan gratifikasi penjualan tanah ini, bahkan ada niat oknum Pemda DKI untuk membatalkan transaksi dan mengembalikan kerugian negara, hal itu samasekali tdk menghilangkan sifat korupsi dari perbuatan itu.” katanya.
Yusril juga menerangkan bahwa unsur adanya sifat melawan hukum dari transaksi itu, unsur kerugian negara 638 M sebagaimana telah dihitung oleh BPK dan unsur memperkaya orang lain seharusnya menjadi bukti untuk penetapan tersangka.
“sudah lebih daripada cukup untuk meningkatkan kasus ini ke ranah penyidikan dengan menetapkan para tersangkanya” ujarnya.
Yusril menyesalkan, kinerja aparat penegak hukum yang lambat dan lalai dalam menindak dugaan pidana korupsi di DKI ini, seperti kasus bis trans jakarta, sumber waras, reklamasi dan terakhir kasus jual beli lahan di Jakarta Barat.
“diindikasikan karena dugaan korupsi ini, jika diusut lebih jauh, akan melibatkan sejumlah orang penting di negara ini, sangat disesalkan,” timpalnya.
Selain itu, Yusril menilai bahwa penegakan hukum tanpa pandang bulu yang menjadi tekad di awal gerakan reformasi kini lumpuh total.
“Sikap aparat penegak hukum seperti ini semakin menjauhkan kita dari upaya untuk menegakkan asas negara hukum. Penguasa yang memerintah, dengan terang2an juga mengabaikan hukum dan konstitusi di tengah ekonomi negara yang kian terpuruk” tuturnya.