SuaraJakarta.co, JAKARTA – Senator DPD dari Jakarta Fahira Idris menilai dalam setahun kinerja Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama “Ahok” belum banyak hal yang menggembirakan. Ahok dinilai masih belum menyelesaikan persoalan secara simultan dan sistemik.
“Ada capaian, tetapi belum mengembirakan. Jakarta masih dibelit banyak masalah. Banjir, sampah, sistem manajemen transportasi, persoalan anak dan perempuan serta berbagai persoalan lain belum ditangani secara simultan dan sistemik,” ungkap Fahira di Jakarta, melalui siaran pers-nya Jumat (20/11).
Ada beberapa catatan Fahira yang menunjukkan kinerja Ahok masih mendapat rapor merah tersebut. Pertama, soal banjir. Persoalan utama banjir Jakarta, menurut Fahira, disebabkan karena laju penurunan tanah yang semakin parah dan hilangnya hutan bakau di pesisir Jakarta.
Diketahui, laju penurunan tanah di Jakarta pertahun bisa 10 cm, bahkan di beberapa wilayah di bagian utara Jakarta laju penurunan tanah mencapai 26 cm pertahun. Kondisi ini, lanjut Fahira, diperparah dengan beralih hutan bakau di pesisir Jakarta yang fungsinya menghalangi limpasan air laut ke darat saat terjadi pasang air laut (rob), menjadi perumahan mewah dan tempat-tempat komersil.
“Penanganannya (banjir) tidak hanya normalisasi sungai, tetapi cobalah tinjau ulang ijin-ijin perumahan mewah dan pusat perbelanjaan yang berdiri di sepanjang pesisir Jakarta. Segera susun aturan yang tegas soal batas penyedotan air tanah terutama buat industri dan pusat-pusat komersil. Selama kedua persoalan ini tidak diselesaikan, banjir akan terus menghampiri Jakarta,” tukas Wakil Ketua Komite III DPD ini.
Kedua, soal sampah. Bagi Fahira, sudah saatnya Pemprov DKI Jakarta memperlakukan persoalan sampah, sama seriusnya dengan mengatasi banjir dan macet. “Harusnya, dengan APBD yang cukup besar, tiap wilayah administrasi di Jakarta masing-masing sudah punya TPST yang dilengkapi dengan alat sampah terpadu Intermediate Treatment Facility (ITF) atau Fasilitas Pengolahan Sampah Antara untuk mengurangi jumlah sampah sebelum masuk ke TPST di Bantargebang,”tutur Alumnus Master Hukum Bisnis Unpad ini.
Ketiga, daya serap APBD yang sangat rendah. Satu-satunya cara mengatasi ini adalah, menurut Fahira, gubernur harus punya kemampuan mendorong atau memotivasi perangkat dan aparatur daerah sebagai pelaksana pembangunan, sehingga PNS Pemprov DKI Jakarta berani menjadi pelaksana dan penanggung jawab berbagai proyek pembangunan.
“Diberikan jaminan dan perlindungan sehingga berani mengambil terobosan-terobosan untuk menerabas hambatan pembangunan di Jakarta. Saya melihat ada ‘ketakutan massal’ sehingga PNS tidak berani ambil resiko menjalankan program-program pembangunan yang sebenarnya cukup mendesak segera direalisasikan. Selama semua prosesnya sesuai ketentuan undang-undang dan semua terobosan dikonsultasikan, gubernur harus siap pasang badan,”ujar Fahira.