SuaraJakarta.co, JAKARTA – Presiden Republik Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, mengingatkan bahwa ada makna “subyektif” dari adanya pasal Penghinaan Presiden yang diajukan oleh Pemerintahan Jokowi kepada DPR untuk dibahas.
“Pasal penghinaan, pencemaran nama baik & tindakan tidak menyenangkan tetap ada “karetnya”, artinya ada unsur subyektifitasnya,”tulis SBY di akun twitter pribadinya, @SBYudhoyono, minggu (9/8).
Pasal karet tersebut, tambahnya, bisa dilakukan oleh seorang Presiden untuk menuntut seseorang yang menghina dan mencemarkan nama baiknya, “Tapi janganlah berlebihan,”tambah putra asli Pacitan, Jawa Timur tersebut.
Alumnus master dari salah satu universitas di Amerika tersebut menambahkan di era 10 (sepuluh) tahun dirinya menjadi presiden, terdapat ratusan perkataan dan tindakan yang menghina, tak menyenangkan, dan mencemarkan nama baik dirinya.
Dirinya mencontohkan, penghinaan tersebut dapat berupa foto yang dibakar dan diinjak, “(seperti) mengarak kerbau yang pantatnya ditulisi “SBY” dan kata-kata kasar penuh hinaan di media dan ruang publik,”jelasnya.
Namun, kembali SBY memberi nasihat kepada Jokowi, bahwa jika dirinya sibuk untuk menggunakan hak nya untuk mengadukan pencemaran nama baik tersebut (delik aduan), akan ada ratusan orang diperiksa dan dijadikan tersangka.
“Barangkali saya juga justru tidak bisa bekerja, karena sibuk mengadu ke polisi. Konsentrasi saya akan terpecah,”jelas SBY.
“Power tends to corrupt. Absolute power corrupts absolutely. Kekusaan tidak untuk ‘menciduki’ dan menindas yang menentang penguasa,”.
Terakhir, SBY berikan nasihat kepada Jokowi dalam kesimpulan terkait Pasal Penghinaan Presiden tersebut.
“Kesimpulan: Demokrasi dan Kebebasan penting, namun jangan lampaui batas. Demokrasi juga perlu tertib, tapi negara tak perlu represif,”tutupnya.