Sekelumit Kilas Balik Aksi 21 Mei 1998 Makassar

Oleh: Hadi Santoso*

(Ket. Foto: Momen Aksi Mahasiswa KAMMI dan BEM Jabodetabek era 1998-2004)

Patut berbangga,
Karena sebagai mahasiswa baru Angkatan 1997 Teknik Unhas.
Saya benar2 merasakan bagaimana denyut nadi Reformasi 1998.
Dari mulai awal digaungkan oleh Mahasiswa dan dimotori oleh Prof Amien Rais (Yang kala itu, kami sempat bertemu langsung dan diskusi intens d Masjid PUSDA Muhammadiyah Sulsel d Tamalanrea, depan Pintu I Unhas)

Tahun itu,
Sebagai Mahasiswa baru, kami intens melakukan Mimbar Bebas d Plazzgozz Unhas. Kami ingat benar sumber referensi kami manual.
Belum ada HP Android, apalagi media Online.
Salah satu sumber referensi utama kami adalah media “X files”.

Kami berteriak hampir setiap hari memekikan via Mega Phone ke setiap telinga 23 ribuan Mahasiswa di Kampus Merah.
Tak ada istilah segel Ruang kuliah, pemaksaan turun aksi dll.
Kita Berorasi dalam Mimbar Bebas untuk mengetuk Ruang2 Kesadaran Intelektualitas mahasiswa.

Kami merasakan benar bagaimana puncak ketegangan kala isu/info penculikan para Aktivis mulai beredar,
Bahkan, kami tak berani tidur terlentang.
Kami tidur dalam keadaan duduk saling menyandarkan punggung,
agar jika ada yang diculik saat tidur kami bisa menyadari.

Pada tanggal 21 Mei 1998 Hari yang menentukan.
Komitmen Mahasiswa se Indonesia hanya Satu, Presiden Soeharto harus Turun dari jabatanya.

Malam sebelumnya,
kami telah isi dengan membuat Spanduk dari kain,
yang telah kami cat ulang dengan warna hitam, untuk ditulis dengan redaksi yang baru (belum ada Spanduk digital) entah itu blok cat hitam ke berapa kalinya.
Yang jelas saking seringnya diblok ulang dan ditulisi dgn narasi berbeda setiap aksi, kain spanduk itu telah berubah seolah jadi Tripleks (Kaku dan Tebal)

Serempak bersama seluruh Mahasiwa Indonesia,
kami turun ke jalanan,
setelah Mimbar Bebas dalam Kampus sekitar sejaman.
Sedikit berorasi d Pintu satu Unhas disongsong para Aparat yang siap dengan senjata lengkap laras panjang berderet di seberang jalan depan SPBU Tamalanrea.

Saya masih ingat pesan Orang tua di Kampung malam sebelumnya via Telp Umum,
“Kalau Demo jangan didepan biar tidak kena peluru aparat (karena larangan
Ikut Demo sudah saya bantah jauh hari sebelumnya)”
Tapi faktanya, justru kami berebut paling depan. Memegang spanduk yang kami bentangkan spanjang jalan.

Seperti biasa,
para Pimpinan Aksi dari SOLID Unhas, memberikan kesempatan para Orator per Angkatan, per Lembaga. Dan bersyukur saya pun selalu mendapat kehormatan tuk meneriakkan semangat Reformasi lewat senjata kami, MEGA PHONE.

Aksi dilanjutkan Long Marc Tamalanrea menuju Karebosi (9,9 Km) bersama 23 Ribuan Mahasiswa Unhas. Dan bertemu dengan Seratusan Ribu Mahasiswa UMI, Unismuh, UVRI dll.
Jalanan protokol Makassar tak lagi tampak aspal hitamnya.
Semua dihiasi warna Merah, Hijau, Buru, Kuning dll, warna seragam Almamater Kampus se Sulsel.

Apakah masyarakat membenci kami,
Karena jalanan macet?
Sama sekali tidak,
Faktanya, sepanjang jalan masyarakat menaruh dus-dus air minum untuk kami,
Para sopir pete-pete sepanjang jalan mengepalkan tangannya, saat kami pekikkan “HIDUP REFORMASI”

Sampai di Lapangan Karebosi, setiap perwakilan mahasiswa berorasi bergantian.

Sampai suasana berubah menjadi haru biru,
Serempak Kami menangis di langan karebosi itu, setelah tepat pada Pukul 10.00 Wita, Presiden Soeharto mengumumkan dirinya Mundur dari Jabatan Presiden.

Akhirnya, sekitar pukul 13. 00 Wita kami mulai membubarkan diri,
Kami pawai ke jalan2 di Makassar dengan menggunakan truk2 terbuka.
Termasuk jalan tol yang belum d resmikan kala itu,
yang hari di kenal dengan nama jalan Tol Reformasi.

Ada kenangan yang tak terlupakan,
Saat kami pulang dari Karebosi ke Kampus menaiki Panser Kodam VII Wirabuana.
Berdiskusi akrab dgn TNI yang ada d Panser.
Sampai saya ingat sekali, dia ceritakan bahwa Panser itu BBM nya 10 liter/Km.

Saya gak peduli narasi yang dibangun hari ini tentang TNI, apalagi Kopassus.
Termasuk Isue tentang adanya keinginan TNI mengambil alih kekuasaan kala itu.
Karena,
Saya jadi saksi, kesejukan yang dibangun TNI pada kala itu.

Hari ini,
21 Tahun Reformasi telah berlalu,
Tanda2 perbaikan dalam keterbukaan dan kebebasan berpendapat justru mulai menghadapi tantangan tersendiri.
Hari dimana penguasa mulai berperilaku layaknya Rezim Orde Baru.

Haruskah sejarah terulang?
Ke masa dimana suara rakyat tak lagi didengar,
Di mana suara pengusaa bak Suara Dewa yang wajib dilaksankan titahnya?
Era dimana alat negara kembali menjadi alat kekuasaan?

(Mengenang 21 Mei 1998)
Mataram, 22 Mei 2019.

*) Hadi Santoso
(Mantan Ketua Dewan Mahasiswa dan Presidum Kongres di Unhas)

Related Articles

Latest Articles