Site icon SuaraJakarta.co

Saatnya Tingkatkan Produktifitas Industri Pertahanan Dalam Negeri

Pameran Alutsista HUT TNI Ke-68 di gelar di Monas, Jakarta (3-7/10). (Foto: Fajrul Islam)

SuaraJakarta.co, OPINI – Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap Dollar membuat perekonomian Indonesia hari ini semakin mencekik beberapa sektor perekonomian mengalami defisit anggaran yang luar biasa. Dan beberapa industri mengalami kebangkrutan sehingga mereka terpaksa memberhentikan karyawannya guna menanggulangi kerugian yang cukup besar.

Disisi lain daya beli masyarakat yang semakin mengurang, akibat dari mahalnya harga bahan pokok, barat sebuah peribahasa Besar pasak daripada tiang. Ketika semakin mahalnya harga kebutuhan pokok namun pendapatan masyarakat masih mengalami stagnansi, dan hidup dalam kondisi yang kekurangan secara ekonomi.

Begitupula hal yang dirasakan dalam pembelian Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista), ya seperti yang kita ketahui saat ini adalah pemerintah sedang mencanangkan program modernisasi Alutsista, yakni melakukan pembaharuan secara besar-besaran terhadap Alutsista yang sudah uzur, karena sebagian Alutsista yang kita miliki berusia 30 tahunan lebih. 

Untuk mendapatkan Alutsista yang baru membutuhkan anggaran besar, dan hampir sebagian Alutsista yang dibeli merupakan impor, dan menggunakan Dollar dalam pembelian Alutsista tersebut.  Dengan kata lain membengkaknya harga dollar, bisa menurunkan daya beli dalam pembelian alutsista namun disisi lain penurunan itu tidak bisa serta merta dilakukan. Dikarenakan mendesaknya kebutuhan pertahanan Indonesia, dalam menjaga wilayah kedaulatan NKRI.

Anggaran pertahanan Indonesia pada tahun 2014 saja hanya sekitar 87 triliyun atau sekitar hanya 0,8%  dari PDB Indonesia. Itupun masih kalah dengan Malaysia yang anggarannya sekitar 2% dari PDBnya, dan Singapura sekitar 3% dari PDBnya. Hal itu menandakan Indonesia kalah jauh dari para pesaingnya, karena kedua negara ini sangat dekat jaraknya dengan Indonesia. Mungkin saja sewaktu waktu apabila Indonesia diserang tidak mampu berbuat banyak akibat minimnya Alutsista yang kita miliki.

Hal tersebut sangat mungkin kita hindari, dengan cara keseriusan Pemerintah dalam membangun Industri Pertahanan yang lebih strategis. Ditengah krisisnya perekonomian global, ditengah menurunnya daya beli, Indonesia bisa menciptakannya secara mandiri, dan diproduksi dalam negeri. Dengan mengalokasikan dana yang seharusnya untuk membeli Alutsista yang baru, bisa dialihkan untuk membangun Industri Pertahanan.

Indonesia mempunyai potensi besar untuk mewujudkan industri pertahanan dalam negeri yang mandiri. Meskipun fokus Indonesia saat ini bukan hanya pada persoalan pertahanan saja, melainkan lebih kepada issue issue klasik seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan ekonomi yang menjadi momok menakutkan bagi negara negara berkembang seperti Indonesia.

Namun itu bukan berarti Indonesia tidak bisa membangun Industri Pertahanan yang mandiri, karena bila terus terusan Indonesia menjadi negara yang konsumtif dalam pembelian Alutsista akan semakin memperburuk kondisi perekonomian Indonesia. Senada dengan De Grasse seorang ekonom dari Tiongkok, juga menyatakan bahwa Industri Pertahanan akan menciptakan lapangan kerja, meningkatkan daya beli, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu Pemerintah disini memiliki andil yang sangat besar dalam mendorong Industri pertahanan, dengan mulai mengurangi Impor Alutsista dari luar negeri dan meningkatkan produktifitas Alutsista di dalam negeri. Supaya Indonesia akan tetap terus bertahan dalam kondisi perekonomian yang memburuk, kita pun sudah memiliki beberapa Industri Pertahanan yang dibawah naungan BUMN seperti PT PINDAD, dan PT PAL sebagai Industri Pertahanan dalam negeri yang luar biasa, bukan sekedar memenuhi kebutuhan dalam negeri namun sudah mampu bersaing dengan Pasar Industri Pertahanan Global, dan beberapa negara di kawasan Asia dan Afrika tertarik untuk membeli produk produk industri pertahanan Indonesia.

Penulis: Muhammad Sutisna (Ketua Biro Hubungan Komunikasi Pemerintah dan kebijakan Publik PMII Cabang Ciputat, dan Mahasiswa Ilmu Politik FISIP UIN Jakarta)

Exit mobile version