SuaraJakarta.co, OPINI β Sejak 18 April kemarin, Pemerintah DKI Jakarta menyepakati keputusan Pemerintah Pusat untuk melakukan moratorium proyek reklamasi 17 pulau di teluk Jakarta. Proyek reklamasi ini akan kembali dilanjutkan setelah pemerintah selesai melakukan evaluasi dan menyelaraskan segala peraturan serta perizinan yang dibutuhkan.
Namun, banyak media memberitakan bahwa para nelayan kembali merasa dikecewakan dengan masih adanya aktivitas alat berat diatas proyek pulau buatan tersebut. Bahkan dikabarkan, mereka akan kembali menggelar unjuk rasa yang lebih besar untuk menghentikan segala aktivitas pengerjaan proyek diatas lahan tersebut secara paksa. Semestinya, mereka tidak perlu melakukan penutupan yang bersifat memaksa dengan melakukan unjuk rasa besar-besaran ke proyek reklamasi tersebut.
Perlu dipahami bersama, penghentian pengerjaan proyek reklamasi pulau buatan itu tidak bisa dilakukan secara mendadak, tak semudah membalik telapak tangan, semua butuh proses. Karena bagaimana pun para kontraktor proyek reklamasi itu juga perlu melakukan pembenahan dan pemadatan material pasir pengurugan diseluruh tepian lahan proyek reklamasi tersebut. dan hal itu sangat perlu dilakukan oleh kontraktor proyek sebagai bentuk tanggungjawab dan antisipasi agar tidak terjadi erupsi atau keruntuhan pasir yang mungkin bisa saja terjadi dikemudian hari.
Oleh karena itu, sudah semestinya seluruh masyarakat pesisir pantai utara Jakarta, khususnya para nelayan penolak reklamasi juga dapat memahami dan bersabar atas proses penghentian proyek reklamasi yang sedang dilakukan oleh para pekerja kontraktor proyek reklamasi pulau buatan tersebut.
Penulis: Bunga Kusuma Wijaya, Mahasiswi Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan Univesitas Trisakti