Site icon SuaraJakarta.co

[Opini Warga] Ahok Masihkah Independen?

Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Foto: Adhy Kelana/ tribbunews.com)

Di antara sekian banyak sisi yang dapat dikupas jelang pilkada DKI, pencalonan Ahok merupakan tema yang paling banyak dibicarakan. Selain diuntungkan dengan posisinya sebagai petahana, saat ini Ahok juga nyaris tidak terkejar oleh para bakal calon penantangnya yang baru muncul belakangan.

Ahok dengan relawan “temanahok” nya sudah lebih dulu menggalang dukungan.

Temanahok sejak pertengahan 2015 lalu sudah mendirikan posko di mall dan tempat strategis lainnya demi mengumpulkan sejumlah fotocopy KTP dan form dukungan (yang belakangam dikoreksi dengan penambahan nama cawagub) begitu gigih mengagadang Ahok untuk maju melalui jalur independen (non partai).

Terlepas dari aktifitas temanahok yang menuai banyak kontroversi. Benarkah ahok akan maju melalui jalur independen seperti keinginan para “relawan” pendukungnya? Mari kita hitung-hitungan sedikit tentang fakta “progress” pencalonan Ahok.

Per tanggal 27 Maret 2016 tercatat sebanyak dua parpol secara resmi telah menyatakan mengusung Ahok; Partai Nasdem dan Hanura. Partai Nasdem dengan 5 kursi di DPRD, sedang Partai Hanura memiliki 10 kursi di DPRD.
Dengan demikian total sebanyak 15 dari minimal 21 kursi sebagai syarat “tiket” mengusung pasangan calon kepala daerah sudah dikantongi Ahok. Artinya, Ahok hanya butuh 6 kursi lagi untuk melenggang dalam kontes pilkada mendatang.

Selanjutnya dalam beberapa wawancara media, Ahok seperti biasa dengan “pede” menyatakan telah mendapat dukungan dari dua parpol lainnya yakni PKB dan PAN.

Kedua parpol berbasiskan massa islam ini hingga sekarang memang belum menyatakan mendukung Ahok, namun dalam pernyataan-pernyataan di media jua tak satupun yang secara tegas membantah pengakuan yang dilemparkan Ahok tersebut.

Pernyataan-pernyataan yang tidak tegas mengisyaratkan deklarasi dukungan dari dua parpol ini hanyalah soal parpol mana yang lebih dulu “berani” menyatakan keberpihakannya.
Jika pengakuan Ahok benar, maka dalam hitung-hitungan tiket diatas semestinya yang segera menyusul mendeklarasikan dukungan adalah PAN.

PAN harus mendahului PKB dalam deklarasi jika ingin “diperhitungkan” oleh Ahok.
Jika keduluan oleh PKB, maka kehadiran PAN dalam barisan partai pengusung Ahok sudah tak lagi berarti bagi pencalonan Ahok.

Karena PKB dengan 6 kursinya di DPRD sudah cukup menggenapkan tiket yang dibutuhkan Ahok.
Lantas jika faktanya tiket emas pilkada dari parpol telah ditangan, untuk apa “relawan” Ahok “kerja keras” menggalang dukungan selama ini?

Pernyataan Ahok yang tidak ingin mengecewakan “relawan” nya sebagaimana diputar berulangkali saat Ahok memilih Heru sebagai pasangan yang akan diusung dalam form dukungan temanahok beberapa pekan lalu sama sekali bertolak belakang dengan fakta sumringahnya wajah Ahok saat menerima parpol-parpol yang meminangnya.

Menyaksikan fakta dukungan Parpol untuk Ahok ini amat menggelikan bilamana Kita flashback pada medio Januari hingga April 2015 silam. Saat itu, di depan publik Ahok berulangkali mengumpat para anggota DPRD DKI dengan kata-kata “santun”-nya.

Sangat menggelikan menyaksikan Ahok dengan sumringah berjabat tangan dengan orang-orang yang digelarinya sendiri sebagai begal dan maling anggaran.

Sangat menggelikan menyaksikan satu persatu partai politik menggelar karpet merah bagi Ahok yang menegasikan fungsi legislatif dalam penyusunan aggaran dengan memberi gelaran yang buruk bagi anggota dewan sebagai representasi warga DKI yang semestinya terhormat.

Benarlah kalimat “dalam politik tidak mengenal kawan dan lawan sejati, yang ada hanyalah kepentingan sejati.”
Jika demikian masihkah Ahok layak dicitrakan sebagai seorang pejuang “independen” ?

Penulis: Sulaeman Saleh, Warga Lubang Buaya, Jakarta Timur

Exit mobile version